Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelakor Tak Melulu Berwujud Lajang yang Jalang

22 Februari 2018   14:21 Diperbarui: 22 Februari 2018   14:48 1109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari tribunnews.com

Dulu saya selalu berasumsi perebut laki orang (pelakor) itu umumnya identik dengan wanita lajang yang centil, cunihin, dan menor. Bisa perempuan lajang karena memang belum menikah, bisa juga perempuan yang pernah menikah, namun kemudian kembali lajang karena bercerai atau sang suami meninggal dunia.

Namun image tersebut perlahan mengikis. Pelakor ternyata tak melulu lajang, pelakor bisa juga sudah menikah dan (sedang) memiliki suami. Mereka juga tak selalu berdandan menor bak perempuan tuna susila. Ada juga yang berdandan elegan, bahkan ada yang malah sama sekali tidak suka memakai make-up.

Seiring waktu, saya juga jadi tahu pelakor itu juga tak melulu perempuan tidak berpenghasilan yang membutuhkan "sumbangan" uang untuk bertahan hidup, ada juga yang memiliki karier lumayan cemerlang dengan gaji bulanan yang sangat berlebih hingga dapat jalan-jalan ke negeri tetangga secara berkala.

Terlanjur Klik

Beberapa tahun lalu saya pernah mengenal satu keluarga dengan dua anak menggemaskan yang terlihat sangat harmonis. Sang ibu terlihat sangat anggun dengan  rambut sebahu dan rok sebatas lutut yang menjadi andalan penampilannya, sang ayah terlihat begitu sabar dan kebapakan.

Setiap akhir pekan, keluarga tersebut biasanya menghabiskan waktu di objek-objek wisata sekitar tempat mereka tinggal. Sekedar mengajak si buah hati berenang, berkeliling dengan menggunakan sepeda, hingga menikmati beragam fasilitas yang ditawarkan pengelola objek wisata tersebut.

Namun kekaguman saya perlahan sirna, saat beberapa waktu kemudian si ibu tersebut keceplosan bercerita bahwa ia adalah istri kedua. Istri siri. Istri simpanan. Istri yang keberadaannnya tidak diketahui oleh si istri pertama dari sang suami yang tinggal berbeda kota.

Saya sempat syok. Saya berpikiran, bagaimana mungkin perempuan yang terlihat baik-baik tersebut merupakan seorang pelakor. Apalagi ia juga sempat bercerita, bila dulu sebelum menikah ia merupakan salah satu karyawan di sebuah perusahaan besar dengan gaji yang lumayan.

Saat ditanya mengapa ia bersedia menjadi istri simpanan? Si ibu tersebut menjawab karena ia terlanjur klik dengan sang suami. Si ibu itu mengatakan, dulu ia mengenal sang suami saat perusahaan tempat ia bekerja melakukan kerjasama dengan perusahaan si suami. Sering bertemu, mengobrol, akhirnya berlanjut.

Ia mengatakan, sebenarnya sempat ragu menjadi seorang istri kedua. Namun sang suami menjanjikan kehidupan yang normal. Sang suami mengatakan ia akan lebih banyak menghabiskan waktu dengannya --termasuk saat akhir pekan, dibanding dengan si istri pertama.

Alhasil, kata si ibu itu, meski bertahun-tahun hanya berstatus sebagai istri simpanan, tak ada satu pun tetangga mereka yang curiga. Para tetangga sekitar menganggap mereka adalah pasangan suami-istri normal. Apalagi hampir setiap hari si suami pulang ke rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun