Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Yuk, Kurangi Kemacetan dengan Berbagi Kendaraan!

12 November 2017   23:45 Diperbarui: 12 November 2017   23:53 1123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berkontribusi mengurangi kemacetan dengan berbagi kendaraan untuk pergi ke tempat tujuan. | Dokumentasi UBER

Kemacetan seperti "hantu" yang terus mengintai kota-kota besar di Indonesia. Seolah ada aturan yang tak tertulis, semakin berkembang suatu kota di nusantara, semakin rentan masalah kelancaran berlalu-lintas melanda, akibat tidak seimbangnya kapasitas jalan dengan jumlah kendaraan.

Hal tersebut seperti hasil penelitian INRIX yang dikutip kompas.com. Lembaga penganalisis data kemacetan lalu lintas yang berbasis di Washington, Amerika Serikat, itu merilis bahwa Jakarta sebagai ibukota negara dengan infrastruktur terlengkap di Indonesia, justru mengalami kemacetan terparah di Indonesia, disusul Bandung, Malang, Yogyakarta dan Medan.

Masih berdasarkan hasil penelitian tersebut, Jakarta bahkan dinobatkan sebagai kota dengan kemacetan terparah kedua di Asia Tenggara setelah Bangkok, Thailand. Sementara untuk posisi di seluruh dunia sebagai kota dengan kemacetan terparah, Jakarta menempati posisi ke-22.

Tanpa data yang dikeluarkan INRIX, semua yang pernah berkunjung ke Jakarta, pasti akan mengakui bagaimana luar biasanya lalu-lintas di ibukota, terutama pada jam-jam tertentu. Bahkan kemacetan tersebut seringkali merambah jalan-jalan spesial yang seharusnya bebas hambatan, jalan tol.

Banyak Dampak yang Ditimbulkan

Ada banyak dampak yang ditimbulkan akibat kemacetan. Salah satunya adalah berangkat jauh lebih awal agar tidak terlambat sampai ke tempat tujuan. Alhasil akibat hal tersebut, terkadang kita harus mengorbankan beberapa kegiatan yang sebenarnya tak kalah penting, salah satunya adalah jam istirahat.

Saya masih ingat, dulu saat masih bekerja di Jakarta, usai adzan subuh berkumandang saya harus bergegas berangkat. Bila terlambat berangkat lima menit saja, saya bisa terlat sampai di kantor hingga puluhan menit. Padahal bila kondisi lalu lintas normal, jarak tempuh kantor-rumah dengan menggunakan fasilitas jalan tol hanya sekitar 45menit.

Sehingga, seharusnya bila saya masuk kantor pukul 08:00 WIB, saya bisa berangkat dari rumah pukul 07:00 WIB, atau bila ingin lebih leluasa berangkat pukul 06:30 WIB. Namun sayangnya, karena saat pagi hari lalu lintas dari Bogor, Jawa Barat, menuju Jakarta sangat padat luar biasa, terpaksa saya harus berangkat lebih pagi.

Begitu pula saat pulang, saat itu sangat jarang saya bisa tiba di rumah sebelum matahari tenggelam. Seringnya baru sampai jauh setelah adzan isya berkumandang. Apalagi saat hari Jumat dan hujan turun lumayan deras, waktu pulang bisa tertunda hingga berjam-jam karena lalu lintas yang sangat padat merayap.

Otomatis kegiatan saya di rumah saat hari kerja hanyalah untuk "menumpang tidur". Beruntung saat itu saya masih single, sehingga tidak ada yang protes. Tak terbayang bila waktu itu saya sudah berkeluarga, kapan saya bisa berinteraksi dengan anak-anak tercinta.

Selain harus berangkat lebih awal, dampak kemacetan juga membuat kita cemas. Khawatir tidak sampai ke tempat tujuan sesuai dengan waktu yang seharusnya. Padahal menurut beberapa penelitian, merasa cemas berlebihan menimbulkan beberapa risiko kesehatan, mulai dari depresi, masalah jantung, penyusutan otak, lebih mudah sakit, hingga penuaan dini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun