Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Juventus, Legenda Si Nyonya Besar yang Terhormat

28 Juli 2020   13:09 Diperbarui: 29 Juli 2020   07:38 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyerang Portugal Juventus Cristiano Ronaldo (C) merayakan dengan rekan satu tim setelah mencetak gol selama pertandingan sepak bola Serie A Italia antara Juventus dan Sampdoria bermain secara tertutup di Stadion Allianz di Turin pada 26 Juli 2020. (Foto: MARCO BERTORELLO/AFP via kompas.com)

Bagi saya, ada dua hal menarik jika berbicara tentang klub Juventus.

Pertama, penyematan istilah La Vecchia Signora, sebagai julukan klub yang bermarkas di kota Turin ini. La Vecchia Signora secara harfiah berarti Si Nyonya Besar-bukan Si Nyonya Tua, dan hampir semua pecinta sepak bola tahu itu.

Konon julukan itu sengaja diberikan suporter mereka untuk mengklaim Juventus adalah klub terbesar dan ibu dari semua klub yang ada di Italia. Semacam ‘justifikasi’ bahwa Juventus selalu mendapat perlakuan istimewa dari otoritas sepak bola Italia, FIGC, terutama jika ada indikasi keberpihakan wasit.

Tentu banyak tifosi klub lain seperti Milanisti, Interisti, Romanisti, Laziale, tak sepakat. Namun yang pasti klub Juve memiliki perjalanan panjang yang banyak mewarnai dunia sepak bola, terutama di abad-20, dan dua dekade abad-21.

Sejarah telah mencatat bahwa klub dengan kostum hitam-putih (Bianconeri) ini penguasa Lega Calcio Serie-A, dan tak pernah berhenti melahirkan pesepakbola terbaik Eropa dan Dunia pada zaman-nya masing-masing. Saya paling ingat dengan tiga nama legenda. Michel Platini, Roberto Baggio, dan Zinedine Zidane.

Sejarah juga telah menulis berbagai peristiwa yang mengguncang jagat sepak bola melibatkan Juventus sebagai aktor utama protagonista maupun antagonis. Tragedi Heysel 35 tahun lalu adalah momen sepak bola paling buram, final Piala Champions 1985 yang mempertemukan Juventus dan Liverpool itu menewaskan 39 suporter tewas dan 600 lebih luka-luka.

Kedua, yang tak bisa lepas dari klub Juventus adalah skandal pengaturan hasil pertandingan di Serie-A, yang terbongkar pada 2006. Juventus terbukti menyuap beberapa wasit demi gelar scudetto 2005 dan 2006. Gelar yang akhirnya dicopot dan mengempaskan Juventus terdegradasi ke Serie-B. Zaman tergelap Juve.

Vonis itu membuat saya merasa menemukan pembenaran mengapa Inter Milan dan Lazio tak pernah bisa menang melawan Si Nyonya Besar. Saya dan Interisti masih belum melupakan patah hati pada musim 1998 saat skandal Ceccarini di Delle Alpi; dan drama pertandingan scudetto pada musim 2002.

Dasar penggemar sepak bola egois, alih-alih kecewa Liga Serie-A tanpa Juventus, saya justru ‘mensyukuri’ kecurangan Juve, yang dengan sendirinya memberikan jalan lapang untuk Inter Milan menguasai sepak bola Italia, bahkan memenangkan Liga Champions 2010 bersama Il-Speciale Jose Mourinho.

Si Nyonya Besar rupanya belum mau mati, ia menolak menyerah dengan bangkit dari keterpurukan sedemikian cepatnya. Hanya setahun Bianconeri bermain di Serie-B. Jelas di sana bukan habitatnya.

Namun banyak pundit memprediksi sudah terlalu sulit bagi Juventus untuk menjuarai kembali Serie A, setidaknya dalam satu dekade. Bahkan saya terlalu cepat mengambil kesimpulan Juventus akan bernasib sama dengan klub Bologna dan Torino, mantan penguasa Serie A yang sudah puluhan tahun, tak lagi berjaya sampai saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun