Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Tarian Terakhir Sang Maestro

22 Mei 2020   18:27 Diperbarui: 23 Mei 2020   21:51 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: https://www.imdb.com/title/)

Dalam sepuluh seri The Last Dance, kita akhirnya tahu banyak dengan rinci bagaimana Bulls yang fenomenal tersebut dibangun dengan banyak kisah dan tentu saja konflik-konflik internalnya.

Semuanya dimulai pada 1984, Jordan bersama Hakeem Olajuwon di Houston dan Clyde Drexler di Portland Trail Brazzers menjadi rookie pilihan NBA dari liga kampus, NCAA. Sebelum Jordan datang, Bulls adalah tim payah, masih dianggap anak bawang di bawah LA Lakers, Philadelphia 76ers, atau Boston Celtics. Warga Chicago lebih tertarik pada klub bisbol Sox atau Cubs.

Jordan muda datang dari North California menghadapi tantangan berat mengurai persoalan Bulls. Tapi Jordan muda sudah bertekad kuad dengan ambisi besarnya. Ia membangun semua elemen yang dibutuhkan untuk berhasil. Komitmen, kerja keras, disiplin, dan kecintaan pada basket membentuknya menjadi pebasket tangguh dengan mentalitas kuat. 

Perlahan ia mengangakat level Bulls dan membuat kembali dicintai warga Chichago. Aksinya sangat hebat dan menghibur untuk ditonton, kata Barack Obama, mengenang saat ia tak punya uang untuk membeli tiket pertandingan Bulls, walau sudah mendapatkan diskon. Meski begitu, butuh tujuh tahun sejak ia bergabung, untuk Bulls memenangkan kejuaraan NBA pertama kali pada 1991, kemudian disusul pada 1992 dan 1993. Hettrick fantastis di tengah ketatnya persaingan NBA saat masa tersebut.

Jordan membawa karisma besar. Kata-kata tak bisa menjelaskan gerakan anggunnya. Keseimbangan, gerakan kaki, pijakan, dan tubuhnya terbang. Gerakannya luar biasa dan senantiasa mengancam. Tiap kali dikawal, dia berkelit, menjauh, dan melakukan lemparan yang sangat sulit. Tak ada duanya. Tak ada yang bisa menahannya.

Kita pun tahu, Bulls yang dipuja-puja sebagai tim super, menjelang musim 1997/1998 dilanda konflik internal. Ketenaran dan popularitas Jordan, Pippen, Rodman, dan Pelatih Phil Jackson rupanya mengusik kekuasaan Jerry Krausse, Manager Umum Bulls. Krausse merasa kesepian di bawah kepopuleran para anggotanya sendiri. Ia bertekad dan arogan membawa Bulls berjaya tanpa pelatih Jackson dan bintang Jordan dan kawan-kawan. Ia kemudian memutuskan bahwa kepelatihan Jackson dan aksi Jordan tersisa satu musim saja. Mereka harus pergi, apa pun hasil yang diraih. Kebijakan yang luar biasa aneh.

Musim terakhir itulah, 1997/1998, oleh Jackson dan Jordan menyebut perjalanan mereka sebagai tarian terakhir, yang dua dekade selanjutnya dipilih menjadi judul serial ini, The Last Dance. 

Jordan adalah Jordan, ia justru semakin terpacu menampilkan tarian terbaik. Pertandingan demi pertandingan ia mainkan, hingga Bulls berhasil lagi ke final, mengejar gelar keenam. Bulls kembali bertemu Jazz, yang lebih siap dari final tahun sebelumnya. Saya yakin kali ini Jazz yang akan menang, membalas kekalahan tahun sebelumnya.

Namun sekali lagi saya benar-benar patah hati dibuatnya, Jazz yang sedikit lebih diunggulkan kembali kalah dengan skor 2-4. Jordan, Pippen, dan Rodman punya mental baja setiap poin-poin kritis di quarter keempat, untuk membalikkan ketertinggalan. Beberapa kali kemenangan Bulls ditentukan melalui shooting mematikan Jordan. Kegagalan yang lebih pahit dibandingkan kegagalan 1997, menguburkan impian Malone, Stockton dan fans Jazz.

Final NBA 1998 tersebut diakui sebagai final terbaik dan terpopuler sepanjang sejarah NBA. Saya ingat terpaksa membolos sekolah demi menyaksikan yang tayang mulai pukul sembilan pagi waktu Indonesia. Setelah 1998, final NBA bukan lagi magnet untuk penggemar menantikannya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun