Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Pengalaman Unik Menjadi Penggemar Didi Kempot

6 Mei 2020   12:22 Diperbarui: 6 Mei 2020   20:03 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: www.kompas.com)

Saya adalah orang Bugis yang pelan-pelan menjadi penggemar penyanyi musik campursari Didi Kempot. Saat awal-awal kuliah di Jogja pada akhir 1990-an dan awal 2000-an, saya berada dekat dengan orang-orang yang takzim mendengarkan lagu-lagu Didi Kempot. 

Waktu itu sambil kuliah saya sering nyambi paruh waktu bekerja sebagai waitress di usaha Catering, punya Ibu kos. Hampir semua orang yang bekerja di Catering Bu Chris (nama catering), mulai dari Ibu-Ibu tim dapur, Bapak kepala gudang, Mas-mas yang mengurus peralatan, transportasi, dan dekorasi, senang mendengar lagu-lagu campursari, yang belakangan saya tahu penyanyinya adalah Didi Kempot. Tiap kali mereka bekerja senantiasa diiringi lagu-lagu hits, seperti Cidro, Stasiun Balapan, Terminal Tirtonadi, dan Sewu Kutho. Mereka bernyanyi seraya berdendang karena pada hapal.

Begitu juga saat pesta hajatan perkawinan sahibut bait yang menjadi pelanggan catering kami digelar, ada saja saya dengar satu atau dua lagu Didi Kempot yang diputar menghibur para tamu undangan. Saya yang tidak paham fenomena campursari tersebut, terpaksa ikut mendengarkan saja, mencoba menikmati sebisanya.

Satu lagi faktor yang saya yakini "memaksa" saya mendengar lagu-lagu Didi Kempot adalah seorang teman kost yang bernama Andi Kuncung. Ia berasal dari Kabupaten Batang Jawa Tengah, merupakan penggemar Didi Kempot paling fanatik yang saya tahu. Sering kali saat kami merayakan pesta kecil-kecilan di kost, ia bernyanyi campursari Didi Kempot dengan suara yang khas dan begitu menghayati.

Kepada Kuncung pula, saya kerap bertanya makna lagu-lagu tersebut karena saya tidak paham betul lirik-lirik bahasa Jawa. Penjelasannya cukup menarik dan menyenangkan mengapa ia mengidolakan Didi Kempot. Tentu saja waktu itu belum ada julukan Lord of Broken Heart, The Godfather of Broken Heart, atau Bapak Patah Hati Nasional.

Namun saya tetap merasa sebagai orang Bugis, yang rasanya aneh menggemari Didi Kempot dan musik campursari. Seperti kebanyakan remaja seumuran, saya lebih memilih memutar lagu dari grub band seperti Dewa, Padi, dan Sheila On7, grup musik remaja dari Jogja yang meroket bersamaan dengan lagu-lagu hits Didi Kempot.

Pertengahan dekade 2000-an, entah saya yang tidak tahu, nama Didi Kempot rasanya tidak heboh lagi, sudah jarang saya mendengarkan lagu-lagu legendarisnya. Apalagi setelah kuliah rampung dan saya kembali ke Makassar pada 2008, hampir tidak pernah ada orang yang memutar lagu campursari yang saya temui, meski banyak juga komunitas Jawa yang menetap di Makassar.

Waktu terus berputar, hingga kira-kira di pertengahan tahun 2019, tiba-tiba saya membaca satu artikel di Kompas.id,  saya surprise bahwa Didi Kempot kembali tenar, bahkan jauh melebihi popularitas saat kemunculan pertama nyaris dua dekade lalu. Ia tak lagi sekadar bintang di acara perkawinan-perkawinan, tapi sudah menjadi idola lintas generasi, suku, agama, dan kelas masyarakat. Semua orang yang pernah merasakan patah hati karena penghianatan cinta, menjadi terhibur dan tidak merasa sendirian mendengar lagu-lagu Didi Kempot.

Insting saya, fenomena ini pasti pengaruh netizen yang selalu mellow di media sosial. Namun saya tidak paham momen apa yang membuat nama Didi Kempot meroket ke puncak ketenaran seperti mengalami reinkarnasi. Sejak itu, Didi manggung di banyak tempat berkolaborasi dengan banyak musisi dari berbagai genre. Ia rajin jadi bintang di acara bincang-bincang yang dipandu Jurnalis beken seperti Andi Noya, Najwa Shihab dan Rosiana Silalahi. Barangkali banyak yang mengalihkan perhatian ke Didi karena merasa bosan dengan situasi politik dan pemerintahan kita yang tak pernah adem, gaduh terus. 

Presiden Jokowi yang sekampung dari Solo dengan Didi Kempot, tak ketinggalan. Ia mengundang Didi untuk tampil di Istana Negara dan ikut berjoged mengikut irama musik campur sari. Menurut pengakuan Jokowi, ia senang sekali dengan lagu Sewu Kuto, kemudian ia menjelaskan bahwa Sewu Kuto (seribu kota) adalah imajinasi Didi Kempot saja, karena sebenarnya di Indonesia hanya terdiri dari 514 kota/kabupaten saja. Heheh.

Saya yang sering merindukan suasana Jogja jadi bersemangat dengan reinkarnasi Didi Kempot. Sejak itu saya sering memutar lagu-lagunya di saluran YouTube. Menonton video-video klip dari lagu bertema patah hati, kehilangan, sambil melihat gaya nyanyi yang khas, dengan rambutnya yang senantiasa gondrong (dari dulu begitu).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun