Mohon tunggu...
Christine Setyadi
Christine Setyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - a mother of two yang lagi bucin dengan kisah-kisah sejarah

to write is to heal and empower.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Latar Cerita Mengapa Sukarno Diasingkan ke Ende, Flores.

5 Juni 2022   19:21 Diperbarui: 5 Juni 2022   21:57 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sukarno. Britanica Photo Library

Hari lahir Pancasila baru saja kita peringati 1 Juni lalu. Sejumlah surat kabar mengangkat kisah Sukarno di Ende, pulau Flores, NTT. Memang di masa pengasingannya itulah Bung Karno merenungkan gagasan-gagasan dasar negara yang Beliau pikir akan mampu menyatukan kepulauan Nusantara menjadi satu bangsa dan satu negara Indonesia.

Dalam tulisan kali ini saya tertarik untuk menuliskan sebuah sudut cerita, yaitu latar belakang kejadian yang membuat Bung Karno diasingkan ke Ende, sebuah kampung di pulau lain yang berjarak 2.000an kilometer dari lokasi ia ditangkap.

Mangsa Utama Polisi Kolonial

Sebelum-sebelumnya, Sukarno sudah pernah ditangkap polisi Belanda sebanyak dua kali. Kali pertama ia hanya ditangkap untuk ditegur. Kali kedua ia ditangkap dan dipenjarakan di penjara Banceuy, Bandung. Sukarno mendekam di Banceuy tanpa kejelasan pasti kapan ia akan disidang. Setelah kurang lebih satu tahun ia ditahan, barulah persidangan diadakan. Tok. Sukarno divonis 4 tahun penjara. Segera saja ia dipindahkan ke penjara Sukamiskin, letaknya masih di Bandung.

Kehidupan Sukarno, sejak ia aktif berpolitik mempropagandakan kemerdekaan kepada massa Indonesia, memang tidak pernah jauh dari teguran, interogasi, penangkapan, penjara, pengasingan, dan ancaman hukuman mati oleh pemerintah kolonial. Seperti diceritakan Bung Karno dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat, “Mereka mengintipku seperti memburu binatang liar. Mereka melaporkan setiap gerak-gerikku.” 

Sebagai kaum jajahan, setiap rakyat Indonesia tanpa kecuali adalah subyek Kitab Undang-undang Hukum Pidana kolonial,

 “Barangsiapa diketahui mengeluarkan perasaan-perasaan kebencian atau permusuhan – baik tertulis maupun lisan – atau barangsiapa yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan-kegiatan yang menghasut untuk mengadakan pengacauan atau pemberontakan terhadap pemerintah Belanda, dapat dikenakan hukuman setinggi-tingginya 7 tahun penjara.”

Berbagai siasat ia lakukan untuk diam-diam melakukan rapat dengan kawan seperjuangannya, hingga pernah sebagai kamuflase, sebuah rapat ia adakan malam hari di sebuah rumah pelacuran. Pun Sukarno tetap dicurigai keesokan harinya hingga diinterogasi polisi kolonial.

Bebas dari Sukamiskin

Karena tekanan publik dari dalam maupun luar, Sukarno akhirnya dibebaskan setelah menjalani masa tahanan 2 tahun di penjara Sukamiskin, dari yang seharusnya 4 tahun. Saat itu tanggal 31 Desember 1931, Sukarno langsung ke rumah kos istrinya Inggit di Bandung. Malam berikutnya ia sudah berada di Surabaya untuk berpidato dalam Kongres Indonesia Raya, menyatakan kesiapannya di hadapan pengikutnya untuk kembali berjuang merancang kemerdekaan.

Sukarno memang tidak kapok berurusan dengan polisi kolonial. Ketetapan hatinya sudah bulat: menggalang massa untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Begini ucapannya kepada Direktur Penjara di pintu keluar Sukamiskin: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun