Mohon tunggu...
Andi Kurniawan
Andi Kurniawan Mohon Tunggu... Pejalan sunyi -

penjelajah hari, penjelajah hati

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Soal Nama Anak-anak Ahmad Dhani

22 Juni 2015   13:43 Diperbarui: 13 Juli 2015   19:17 1128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Abdul Qodir Jailani (bersumber dari wikipedia)

Abdul Qadir Jaelani atau Abd al-Qadir al-Gilani (470–561 H) (1077–1166 M) adalah seorang ulama fiqih yang sangat dihormati oleh Sunni dan dianggap wali dalam dunia tarekat dan sufisme. Ia lahir pada hari Rabu tanggal 1 Ramadan di 470 H, 1077 M selatan Laut Kaspia yang sekarang menjadi Provinsi Mazandaran di Iran. Ia wafat pada hari Sabtu malam, setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M. Ia adalah orang Kurdi atau orang Persia. Syekh Abdul Qadir dianggap wali dan diadakan di penghormatan besar oleh kaum Muslim dari anak benua India. Di antara pengikut di Pakistan dan India, ia juga dikenal sebagai Ghaus-e-Azam. Nama Abdul Qadir Jaelani juga dilafalkan Abdulqadir Gaylani, Abdelkader, Abdul Qadir, Abdul Khadir - Jilani, Jeelani, Gailani, Gillani, Gilani, Al Gilani, Keilany.

Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al Ghazali. Di Baghdad dia belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein al Farra' dan juga Abu Sa'ad al Muharrimiseim. Dia menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama. Dengan kemampuan itu, Abu Sa'ad al Mukharrimi yang membangun sekolah kecil-kecilan di daerah Babul Azaj menyerahkan pengelolaan sekolah itu sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Ia mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memberikan nasihat kepada orang-orang di sekitar sekolah tersebut. Banyak orang yang bertaubat setelah mendengar nasihat dia. Banyak pula orang yang bersimpati kepada dia, lalu datang menimba ilmu di sekolah dia hingga sekolah itu tidak mampu menampung lagi.

Karya karyanya:

  1. Tafsir Al Jilani
  2. al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq,
  3. Futuhul Ghaib.
  4. Al-Fath ar-Rabbani
  5. Jala' al-Khawathir
  6. Sirr al-Asrar
  7. Asror Al Asror
  8. Malfuzhat
  9. Khamsata "Asyara Maktuban
  10. Ar Rasael
  11. Ad Diwaan
  12. Sholawat wal Aurod
  13. Yawaqitul Hikam
  14. Jalaa al khotir
  15. Amrul muhkam
  16. Usul as Sabaa
  17. Mukhtasar ulumuddin

Murid-muridnya mengumpulkan ihwal yang berkaitan dengan nasihat dari majelis-majelis dia. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Ia membantah dengan keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.

Lalu Kenapa?

Membaca riwayat para tokoh tersebut, dapatlah diambil kesimpulan bahwa mereka adalah tokoh-tokoh besar pada zamannya. Akan sangat menarik bagi banyak orang tua untuk menamai anak-anaknya sebagaimana para tokoh tersebut, tentu dengan doa agar anak-anaknya mengikuti jejak kebesaran para ulama dan sufi besar tersebut. Dengan demikian, keputusan Ahmad Dhani (bersama Maia dan keluarga besarnya tentunya) untuk menamai anak-anaknya dengan nama para ulama dan sufi besar tersebut tentu bukan hal yang aneh dan mengherankan. Hal ini tidak terlepas dari kapasitas Ahmad Dhani sebagai seorang seniman (yang semoga) besar, yang jelas dia terkenal, yang sepertinya memiliki ketertarikan pada dunia sufi, dan juga sastra, entah kalau keagamaan saya kurang mengikuti. Ini dapat dilihat misalnya dari syair lagunya yang mencuplik syair penyair besar Kahlil Gibran, setidaknya dijadikan judul dalam lagu Sayap-sayap Patah. Semua itu menunjukkan bahwa dirinya memiliki referensi yang cukup mengenai dunia di luar musik semata-mata.

Harapannya, penamaan itu bukan hanya bagian dari kekenesan budaya pop semata, yang seringkali hanya menonjolkan kulit tanpa isi. Khawatirnya, motivasi semacam itu hanya akan membuat sang anak 'keberatan nama', dan justru melunturkan nama besar yang disanjung banyak orang di seluruh dunia. Saat inipun saya sebenarnya sudah risih dengan tampilan nama Al Ghazali pada baliho-baliho di Yogyakarta, yang menawarkan dirinya sebagai DJ pada tempat hiburan malam. Belum lagi kasus pennggunaan kendaraan di bawah umur yang menyebabkan kematian pada pengguna jalan lainnya. Tentu kita tidak mengharapkan kasus-kasus lainnya terjadi. Harapannya, mereka akan menjadi orang-orang besar, sebagaimana nama besar yang mereka sandang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun