Mohon tunggu...
Rizka Alifah
Rizka Alifah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memindahkan Ibu Kota Hanya untuk Mengurai Kemacetan

17 April 2018   14:31 Diperbarui: 17 April 2018   15:13 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemacetan di Jakarta bukan lagi hal yang patut diheran-herankan oleh pemerintah maupun penduduk Indonesia. Berbagai macam usaha dan cara sudah dilakukan untuk mengurai kemacetan di ibu kota ini, termasuk membatasi jumlah kendaraan yang masuk ke Jakarta dengan menerapkan kebijakan ganjil genap pada pintu tol masuk Jakarta di Bekasi, Jagorawi, Tangerang, dan Cibubur.

Walaupun demikian, dilansir dari CNNIndonesia, Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia, Dharmaningtyas menilai solusi yang ditawarkan pemerintah untuk mengurai kemaceran di Jakarta ini belum efektif. Mengapa?

Walupun diberlakukan kebijakan ganjil genap pada pukul 06.00-09.00 WIB, orang-orang luar Jakarta akan tetap datang ke Jakarta di luar jam tersebut. Maka dari itu, kebijkan pemerintah ini dinilai kurang efektif untuk mengurangi kemacetan di ibu kota.

Begitu juga dengan rencana pemerintah untuk menerapkan jalan berbayar atau ERP (Electronic Road Pricing) untuk kendaraan pribadi yang berada di luar Jakarta. Kebijakan ini juga dinilai tidak efektif, karena orang luar Jakarta dapat menggunakan transportasi umum untuk ke Jakarta.

Lantas, cara apa yang paling efektif untuk mengurai kemacetan di Jakarta ini?

Menurut Dharmaningtyas, memindahkan ibu kota adalah solusi terbaik untuk mengurangi kemacetan di Jakarta karena akan banyak kementerian yang pindah bersama stafnya, dan kantor-kantor pemerintahan lain akan pindah ke luar Jakarta. Itulah yang menjadi solusi agar Jakarta bebas dari kemacetan.

Karena dengan kebijakan ganjil genap hanya akan mengubah rutinitas warga luar Jakarta untuk datang ke Jakarta. Misal, waktu pemberlakuan ganjil genap dimuali pada pukul 06.00-09.00 WIB. Dengan kebijakan ini, orang luar Jakarta akan datang lebih pagi atau ebih siang untuk meghindari kebijakan ini.

Belum lagi untuk warga luar Jakarta yang memiliki kendaraan lebih dari satu dan mempunyai nomor plat ganjil dan genap. Tentu, kebijakan ini tidak berlaku baginya.

Transportasi yang semakin memadai juga menambah orang luar Jakarta untuk beraktivitas di Jakarta (seperti bekerja, sekolah, dan lainnya). Tapi, menurut survei BPTJ pada Maret dan April 2018 hanya 0,27 persen masyarakat yang beralih ke angkutan umum, 44,18 persen memilih untuk berangkat lebih pagi untuk menghindari kebijakan ganjil genap.

Sementara itu, 69 persen masyarakat akan beralih ke angkutan umum jika memiliki fasilitas WiFi, Full AC, bangku yang bisa dibaringkan, dan sabuk pengaman.

Namun, menurut pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, diperlukan adanya tambahan transportasi umum di kawasan perumahan agar warga di perumahan tidak perlu khawatir dengan kebijakan terhadap kendaraan pribadi karena adanya transportasi yang lewat di depan rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun