Mohon tunggu...
Kosasih Ali Abu Bakar
Kosasih Ali Abu Bakar Mohon Tunggu... Dosen - Analis Kebijakan Ahli Madya, Pusat Penguatan Karakter

Baca, Tulis, Travelling, Nongkrong, Thinking

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Paham dan Pentingnya Moderasi Beragama

8 Juni 2023   05:30 Diperbarui: 8 Juni 2023   05:42 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bicara agama tentunya berbeda dengan beragama. Bicara agama bicara tentang iman dan amal. Bicara agama bicara tentang wilayah inti dan wilayah parsial. Bicara agama bicara tentang wilayah internum dan eksternum. Sedangkan bicara beragama adalah bicara pemeluk agama yang mengamalkan agamanya dengan lingkungan sekitarnya. Bicara moderasi beragama bicara tentang kesemuanya.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang agamis, tapi bukan sebuah negara agama atau negara sekuler. Negara agama adalah ketika pemimpin suatu negara kemudian sekaligus pemimpin agama, sehingga negara ikut mengatur secara penuh urusan agama. Berbeda dengan negara sekuler, ketika negara tidak mencampuri urusan beragama warganya.

Indonesia sendiri, bukan negara agama maupun sekuler, masyarakat Indonesia adalah masyarakat agamis sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Negara menghormati dan menghargai implementasi setiap kehidupan keberagamaan yang ada selama tidak mengancam kepentingan umum dan negara.

Bila merujuk kepada nilai-nilai luhur bangsa kita, maka Moderasi Beragama bukanlah sebuah pemikiran yang baru. Nilai-nilai moderasi beragama memang sudah ada sejak dulu kala, bahkan merupakan bagian dari nilai-nilai luhur bangsa ini.

Bung Karno dalam pidato 1 Juni 1945 sudah mempunyai istilah atau diksi, Berketuhanan yang Berbudaya, misalnya. Ketika Bung Karno menginginkan ada sikap toleran dan saling menghargai antar umat beragama serta menghargai budaya sendiri. Beragama sesuai dengan budaya sendiri. Sebagai contoh, masalah berpakaian, muslim di Indonesia mempunyai kekhasannya menggunakan sarung dibandingkan jubah untuk menutupi aurat atau sebagai pakaian beribadah.

Muhammadiyah dalam buku "Kristen Muhammadiyah: Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan", mengungkapkan bagaimana pentingnya memberikan hak pelajaran agama sesuai dengan agamanya, menghormati kepercayaan lain. Dikatakan juga, mencontoh kepada sesuatu yang memang baik dari pihak yang berbeda atau kompetitor sekalipun bukanlah sesuatu yang aib karena itu merupakan bagian dari pembelajaran, ada nilai-nilai kompetitif di situ. Berlomba-lomba untuk memberikan manfaat kepada sesama dan peradaban.

Ruang lingkup dari Moderasi Beragama yang disebut dengan wilayah inti, yaitu nilai-nilai universal kebaikan dan hati nurani, semua agama pastinya berpikiran sama. Sedangkan perbedaan-perbedaan yang ada itu dikatakan ada pada wilayah parsial, seperti masalah penafsiran akan hukum-hukum dan tata cara beribadah, misalnya.

Moderasi Beragama tidak masuk ke ranah parsial tersebut, karena wilayah ini lebih mengedepankan sikap toleransi akan perbedaan yang ada. Perbedaan yang sifatnya hukum dan amalan ibadah, seperti perbedaan mazhab-mazhab dan aliran.

Sifat dari Moderasi Beragama itu mengajak dengan cara yang baik, mengayomi, bila ada pihak-pihak yang ekstrem. Ketika ada sebuah golongan yang bersikap ekstrim, maka golongan tersebut harus didekati dan berupaya dengan cara-cara yang baik untuk mengembalikannya ke jalan tengah atau moderat.

Selain itu, perlu juga dipahami bahwa antara budaya dan agama sudah seharusnya tidak dibenturkan, karena manifestasi agama dalam dunia nyata itu ada pada budaya. Budaya itu seringkali lebih dahulu ada dibandingkan Agama. Tidak hanya itu, antara nasionalisme dengan agama juga tidak boleh dipertentangkan karena hanya akan menimbulkan kegaduhan. Indonesia sendiri lahir dari sebuah konsensus elemen-elemen bangsa, salah satunya adalah golongan agama.

Hal menarik lainnya, Moderasi Beragama juga tidak serta merta kemudian menjadikan kita menjadikan semua agama itu benar. Ada bagian internum dan eksternum. Keimanan dalam diri merupakan dari  setiap pemeluk agama yang merupakan bagian internum itu harus diperkuat, setiap orang Indonesia harus menjadi orang yang religius. Sedangkan bagian eksternum adalah ketika pemeluk agama tersebut mengamalkan keimanannya yang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya itu memerlukan toleransi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun