Mohon tunggu...
Kosasih Ali Abu Bakar
Kosasih Ali Abu Bakar Mohon Tunggu... Dosen - Analis Kebijakan Ahli Madya, Pusat Penguatan Karakter

Baca, Tulis, Travelling, Nongkrong, Thinking

Selanjutnya

Tutup

Bola

0 dan 127 Jiwa

2 Oktober 2022   07:03 Diperbarui: 2 Oktober 2022   07:52 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bola itu bundar, tapi nilainya kebundarannya tidak sebanding dengan nyawa 127 orang. Innalillahi wainnailaihi roji'un.

Stadion Kanjuruhan menjadi saksi ketidakdewasaan penonton dalam menerima kekalahan dari timnya. Juga, penanganan aksi yang "disinyalir" kurang profesional. Apapun itu, ini adalah tragedi terburuk buat dunia sepak bola Indonesia.

Sepak bola merupakan ajang sportifitas. Sepak bola juga menunjukkan kematangan sebuah komunitas. Penonton utamanya, bayangkan puluhan ribu orang mendukung 22 orang di lapangan dengan segala yel-yelnya. Tapi, mereka harus siap menerima kekalahan dengan mengedepankan semangat sportifitas, dan garis ini tidak boleh dilanggar.

22 pemain sepak bola diharapkan bisa memberikan performance terbaiknya, bersamaan dengan puluhan ribu suporter memberikan dukungan. Ini tentunya bukan perkara mudah. Kedua golongan ini harus sadar betul akan batasan-batasan dukungan ketika berada di lapangan. 

Sebagai contoh, tidak boleh ada gangguan apapun dalam bentuk fisik dari penonton kepada pemain, sekecil apapun. Disaat yang sama, penonton harus bisa bersabar ketika para pemain terkesan memprovokasi mereka, dengan permainan kasar atau selebrasi yang memancing.

Pada pertandingan antara Arema dan Persebaya di stadion Kanjuruhan, pertandingan telah usai. Penonton sesungguhnya telah sportif semasa pertandingan berjalan. Hanya saja, emosi kekalahan mereka dilepaskan setelah pertandingan dengan merusak fasilitas yang ada di stadion. 

Perusakan fasilitas tersebut kemudian ditangani secara kurang profesional oleh pihak keamanan. Emosi massa semakin tidak terkendali ketika dilepaskannya gas air mata kepada massa yang sedang kesal tersebut. Sehingga aliran massa yang turun dari tribun menuju pintu keluar menjadi tidak terkendali. Hal ini kemudian memakan korban karena banyak yang terinjak-injak.

Kiranya ini menjadi pembelajaran pihak keamanan dalam mengendalikan massa yang marah. Perlu dipahami bahwa tribun itu bukanlah tanah yang datar dan lapangan luas, tapi tribun terdiri dari bangku penonton dan jalan kecil penonton menuju kursi, masuk dan keluar stadion. Sehingga pengendalian massa dengan menggunakan gas air mata bukan pilihan yang tepat.

Ini juga pembelajaran untuk penonton, jika emosi sesaat akibat ketidaksportifan yang kemudian diekspresikan dengan cara merusak fasilitas umum akan merugikan semua pihak. Berdampak kepada pemain yang ketakutan, pihak penyelenggara yang terkena sanksi, dan lainnya. Kerugian tidak hanya materi, tapi juga secara psikis dan pandangan publik.

Kiranya, kejadian ini tidak terulang lagi. Ketika timnas kita sedang bersusah  payah untuk mengejar impian Indonesia bisa masuk ke dalam ajang piala dunia.

Salam Olahraga.

#BravoSepakBolaIndonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun