Mohon tunggu...
Cornelius Juan
Cornelius Juan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Saya Cornelius Juan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Lapis Positif "Agama Sebagai Candu Masyarakat"

9 September 2022   10:57 Diperbarui: 9 September 2022   11:06 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Agama Sebagai Candu Rakyat

Dalam buku karya Franz Magnis Suseno SJ berjudul "Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme" disinggung mengenai agama sebagai candu rakyat. Mengapa agama disebut sebagai candu rakyat? Sesungguhnya jika ditarik secara rinci, pembahasan ini akan sampai kritik Feuerbach terhadap agama. 

Namun jika diringkas, agama menjadi candu karena manusia seakan-akan lari dari kenyataan dan beralih kepada pengharapan Yang ilahi. Manusia mengharapkan sesuatu yang bersifat transendental dan berhenti dalam mengaktualisasikan kekuatan yang dimilikinya. Mengapa manusia sampai berhenti dan beralih pada pengharapan dari yang ilahi? Setelah dianalisa, keterasingan dalam pekerjaan menjadi titik masalahnya.

 Singkatnya, pekerjaan di bawah otoritas kapital menjadikan pekerjanya tidak mampu mengaktualisasikan siapa dirinya dan orang lain tidak dapat mengenal siapa dirinya. Eksisnya sistem kapital itu, mematikan "ungkapan autentik" manusia dan beralih ke perlombaan pasar yang diduduki oleh para pemilik atau pemodal sebagai kelas atas.

Bergerak dari kritik terhadap agama oleh Feurbach terhadap gagasan Hegel. Hegel mengutarakan bahwa sesungguhnya manusia digerakkan oleh roh, yaitu "roh semesta" yang setaraf dengan "Allah" atau "Tuhan". Gagasan ini semakin meyakinkan bahwa Allah lah penggerak dan dalang utama atas segala hal yang terjadi pada manusia. Hal ini disanggah dalam kritik agama Feurbach dan kritik Marx terhadap kritiknya Feurbach bahwa agama diciptakan oleh manusia sebagai wadah pengharapan manusia akan rahmat dari Tuhan.

Namun perlu diteliti kembali, "Tuhan" dalam kritiknya Feurbach dimengerti sebagai ciptaan angan-angan manusia. Angan-angan yang membawa pengharapan baru bagi manusia dalam melihat realita yang seringkali tidak sesuai harapan. Agama sebagai proyeksi manusia ini dianggap memiliki eksistensi bahkan eksistensi yang kekal dan ilahi. Manusia pun dinilai tidak mandiri dan menjadi lekat dengan sesuatu yang abstrak. Manusia memuji dan meluhurkan hasil proyeksinya sendiri, yang menjadikannya haus akan kesempurnaan ilahi. Kemampuan manusia untuk mengeksplorasi diri secara nyata menjadi relatif sempit.

 Namun celah terbesarnya, jika agama adalah candu rakyat, ini menandakan bahwa rakyat sangat bergantung dengan power agama beserta keutamaan-keutamaan di dalamnya.  Mengapa Karl Marx atau tokoh sesudah Karl Marx  tidak mengulas sisi konstruktif agama yang dianggap sebagai "candu masyarakat"? Apakah dibalik kelekatan ini dapat membangkitkan integrasi umat beragama, terkhususnya integrasi gereja? Apakah integrasi gereja sendiri dapat terbentuk melalui anggapan negatif bahwa agama adalah 'candu rakyat'?

Ruang Positif di dalam Kritik 

Siti Musdah Mulia (Ketua Umum Yayasan Indonesia Conference on Religion and Peace) menyatakan bahwa agama adalah alat pemersatu antarumat untuk mewujudkan persatuan dan perdamaian. Argumen ini menggambarkan bahwa agama sebagai wadah yang mengintegrasikan antarumat demi tercapainya sikap dan kondisi persatuan dan perdamaian. Agama membantu manusia dalam memperjuangkan nilai-nilai hidup dan tidak tertutup pada pengharapan ilahi semata.

Berpijak lewat gagasan Marx, Feuerbach dan Siti Musdah Mulia, suatu integrasi sekira-kiranya dapat muncul dari kelekatan manusia terhadap Tuhan dan agama. Pertama, sosokYang Ilahi ditampilkan lewat ajaran teologis agama bersifat abstrak namun penggambarannya terasa dekat dengan gerak hidup manusia, memiliki eksistensi dan menjiwai sifat ideal seorang 'penolong'. Yesus seperti yang tergambar dalam Kitab Suci menyuguhkan sosok penyelamat yang memandang orang termarginal atau berdosa sebagai pribadi yang memerlukan uluran kasih, seperti kisah Zakheus; ada prioritas di situ. 

Sifat khusus dari sosok ini menampilkan gerakan yang sangat berbeda, di mana "penolong" hadir di kala keterbatasan dan kelemahan melemahkan gerak hidup manusia. Hal ini secara iman, dapat membawa pengharapan atau keyakinan baru di kala manusia menghadapai realita yang dinamis. Harapan adalah keutamaan teologal, di mana penantian akan kehidupan abadi berasal dari Allah. Kita mempercayakan diri kita pada janji Kristus dan kesadaran pada bentuk rahmat Roh Kudus agar pantas menerimanya dan bertahan sampai akhir hidup kita (Kompendium Katekismus Gereja Katolik, No. 387, 1822-1821, 1843). Dari pengertian ini, jelas bahwa kesatuan dengan hal-hal transendental tidak melemahkan daya juang manusia. Kepercayaan pada yang Ilahi membawa harapan akan keselamatan dan itu mendukung manusia untuk bertahan sampai akhir hayat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun