Mohon tunggu...
CorMa HuLK
CorMa HuLK Mohon Tunggu... Lainnya - "Anda Tidak Perlu Menjadi Jenius Dalam Berkarya, DIY"

Mahasiswa Asal Belu, Nusa Tenggara Timur. Anggota Komunitas Relawan Grigak Yang Giat Melanjutkan Bara Semangat Rama Mangun Dalam Menebus Hutang Kepada Masyarakat Kecil.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Communion, Sebaiknya?

9 Januari 2021   03:16 Diperbarui: 9 Januari 2021   03:39 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

COMMUNION, SEBAIKNYA?

Komunitas mengapa begitu penting?

Saya ingin menulis tentang komunitas. Pertama, setelah menonton sebuah konten di akun Instagram (@radjoedasa) tantang SelfEmpowerment. Devi Susilo, M. Psi. sebagai pembicara dalam tema ini membicarakan delapan langkah SelfEmpowerment. Dan pada langkah ke tujuh, Devi Susilo, M.Psi. mengungkapkannya sebagai berikut.

"Find your community. Komunitas itu penting banget. Terutama komunitas yang punya value dan goal yang sejalan sama kita. Kalau kamu kesulitan buat cari komunitas di lingkungan sekitar, komunitas online juga bisa kok. Dari bergabung dalam komunitas, kamu bakal dapat dukungan dan teman-teman baru. Proses Self-Empowerment-mu juga bakal kerasa jauh lebih fun." (Devi Susilo, M.Psi.)

Setelah menonton simakan tersebut, saya membagikan kepada teman-teman komunitas. Oiya... saya sudah bergabung dengan Komunitas Relawan Grigak sejak 2019. Sebuah komunitas yang memperjuangkan dan melanjutkan semangat dharma bakti Rama Mangun. Tanggapan dari teman-teman beragam, namun sebagaian besar mengucapkan terima kasih karena isi konten yang menginspirasi. Bagaikan sebingkis cahaya yang membantu mereka menemukan jati diri. Apalagi konten ini sangat relevan dengan kebingungan mereka terumata inferiority complex dalam menemukan jati diri. Mereka tidak tahu bahwa mereka cantik. Padahal cantik tidak hanya paras, melainkan cantik diekspresikan dalam tindakan.

Saya ingin menulis tentang komunitas. Kedua, berdasarkan sebuah buku karya Sudaryanto (Ilmuwan Peneroka Hakikat Bahasa) yang berjudul 'Menguak Tiga Faset Kehidupan Bahasa.' Buku terbitan Sanata Dharma University Press pada tahun 2017 itu menerangkan tentang salah fungsi hakiki bahasa yaitu pewujud menjadi sesame (Sudaryanto, 2017). Kesetaraan pewujud menjadi sesama ini hanya dapat terjadi ketika setiap orang menyadari bahwa ada kesamaan-kesamaan (di samping perbedaan-perbedaan). Kesadaran inilah yang menjadi nilai yang terpancar dari status ke-sesama-an (Sudaryanto, 2017). Menurut saya, istilah komunikasi dua arah atau interaksional adalah model komunikasi yang memberi ruang dan waktu bagi sebuah kehangatan komunikasi. Selain itu, komunikasi transaksional memungkinkan efek sikap bahkan tindakan dari sebuah rentetan komunikasi. Hal ini hanya mungkin dapat terwujud ketika pembicara dan sesame bicara menduduki posisi yang sama. Pembicara bisa menjadi sesame bicara dan sesame bicara bisa menjadi pembicara. Mungkin begitulah cara pembicara dan sesame bicara menenun kesetaraan komunikasi.

Sebuah fenomena berbahasa khas yang dapat digunakan sebagai refernsi untuk memahami fakta ke-sesama-an yang melibatkan bahasa itu, yaitu berbahasa dalam keasyikan yang ceria, hangat, akrab, dan atau mesra, yang biasanya menelan banyak waktu tanpa terasa (Sudaryanto, 2017).

Berangkat juga dari istilah Berdjayev (via Faud Hassan, 1974:89), yang merujuk pada berbahasa dalam kaitan dengan communication daripada communion. Padahal menurut Sudaryanto (Sudaryanto, 2017), menjadi sesama yang menciptakan keasyikan berbahasa itu cenderung merupakan gejala communion semata, yaitu sebuah gejala perjumpaan pribadi temu muka dua sosok manusia kasatmata saja.

Bila dikaitkan dengan Ferdinand De Saussure (1915-1988) yang mengungkapkan bahwa berbahasa merupakan gejala sosial atau gejala kemasyarakatan; tidak hanya melibatkan satu dua orang tetapi banyak orang (Sudaryanto, 2017), maka berbahasa dalam kerangka dalam communication, memutlakkan peranan-peranan hubungan sosial atau kemasyarakatan, akan tetapi berbahasa dalam kerangka communion memandang perjumpaan pribadi sebagai prasyarat yang pertama dan terutama (Sudaryanto, 2017). Communion menampakkan pribadi-pribadi yang berstatus sebagai diri sendiri atau diri pribadi. 

Dengan demikian, komunitas begitu bersahaja dalam berbahasa di bawah payung communion. Bagi saya, berbahasa memberikan warna khas sebagai sebuah fenomena dalam kehidupan komunitas. Akhirnya, saya meyakini bahwa komunitas memang membantu diri pribadi menemukan jati diri sebagai diri pribadi yang utuh dan setara. Namun, tetap saja saya juga meyakini fungsi hakiki bahasa sebagai pewujud menjadi sesame dalam rangka mengembangkan akal budi demi memelihara kerja sama sebagai diri pribadi yang berbudaya.

Corma-16Hulk, 09 Januari 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun