Penulis ini adalah Perempuan Cerdas dari Sebuah Desa (Densy Kehi)
Hangatnya Mentari Pagi, burung-burung berkicauan kesana kemari memuji karya Sang Pencipta. Anak-anak tertawa riang sambil berlari-lari kecil. Para petanipun bergegas menuju keladang. Indahnya Desaku di pagi hari yang belum tersentuh oleh polusi.
Di Desa hampir semua penduduk bermata pecaharian bercocok tanam termasuk orang tuaku. Pagi itu setelah sarapan, Bapak ditemani adikku bergegas ke Ladang kami, yang lumayan jauh karena harus ditempuh dengan berjalan kaki menelusuri perbukitan.Â
Dengan membawa peralatan seperti Karung dan Kala Baka (Salah satu peralatan petani didesa kami, yang dijahit dari karung bekas dijadikan tas samping karena sangat memudahkan untuk menyimpan sesuatu). Peralatannya pun masih Tradisional.
Sesampainya Dikebun bapak dibantu adikku langsung mulai dengan kerja memotong batang jagung kemudian diambil tonkol-tonkolnya, ditumpuk disatu tempat. karena lumayan banyak sehingga menjadi satu tumpukan besar.Â
Panasnya sang surya ketika jam menunjukkan pukul 12:00. Keduanya kemudian beristrahat sejenak dibawah pohon asam yang selalu kami jadikan tempat bernaung melepas penat.Â
Dengan tersenyum sambil menatap tumpukan jagung adikku memulai dengan percakapan, "Bapak kita punya jagung lumayan banyak eww" (dengan gaya logat kampung kami). "Iya." Jawab Bapak singkat. "Jika kita kerja dengan giat, maka hasilnyapun pasti memuaskan." Sambungnya sembari menguyah siri pinang dimulutnya. Sudah menjadi tradisi orang tau kami dikampung kemana-mana pasti selalu membawa siri pinang. Setelah berapa jam melepas penat, keduanya melanjutkan pekerjaan panen jagung.
Ketika hari mulai senja, sang mentari mulai menapaki peraduannya, petanda hari segera malam. Keduanya bergegas kembali kerumah dengan senyuman dibibir mereka.