Mohon tunggu...
Disisi Saidi Fatah
Disisi Saidi Fatah Mohon Tunggu... Blogger

Cendekia Al Azzam - Penyuka warna biru yang demen kopi hitam tanpa gula | Mengagumimu sejak pandangan pertama | suka mengabadikan perjalanan melalui tulisan untuk dikenang di kemudian hari | Suka Buku dan Film | Pecandu Sastra

Selanjutnya

Tutup

Financial

KPR: Rumah Impian atau Perjalanan Panjang Penuh Tekanan?

17 Juni 2025   08:12 Diperbarui: 17 Juni 2025   08:12 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah minimalis dengan taman hijau, ruang terbuka yang tenang - tempat ideal untuk beristirahat dan kembali merasa utuh. (Sumber: Pexels/Frans Van)

"Memiliki rumah sendiri adalah mimpi sunyi yang disimpan hampir semua orang. Rumah bukan sekadar bangunan, tapi ruang untuk merasa aman dan utuh. Namun di tengah tekanan ekonomi dan pilihan finansial yang kompleks, satu pertanyaan terus muncul: lebih baik menunggu dan beli cash, atau ambil KPR sekarang?"

Kalau ditanya soal mau ambil  KPR (Kredit Pemilikan Rumah) atau nggak, jujur sampai hari ini - dan mungkin sampai berapa tahun ke depan aku nggak tertarik untuk mengambilnya. Bukan karena nggak pingin punya rumah. Justru aku punya rumah impian yang sudah sejak lama aku doakan. Tapi, kalau harus diwujudkan lewat cicilan bertahun-tahun? Kayaknya aku belum siap secara mental, belum siap juga dari segi finansial.

KPR memang sering disebut solusi bagi generasi yang ingin cepat punya rumah. Namun, aku memilih jalan yang lebih lambat. Tapi, semoga lebih damai buat jangka panjang. Soalnya, konsep KPR bukan sekadar punya rumah, tapi juga komitmen jangka panjang yang bisa makan waktu 10, 15, bahkan 25 tahun. Bayangkan, selama itu kita harus siap bayar cicilan rutin, ditambah bunga, biaya administrasi, asuransi, belum lagi potensi denda kalau ada keterlambatan. Kalau penghasilan bulanan aja kadang harus diatur ketat buat makan dan kebutuhan harian, rasanya nggak bijak kalau menambah beban tetap tiap bulan.

Aku pernah ada di fase berutang dan nyicil - waktu beli motor secara kredit. Dari luar kelihatan keren, punya kendaraan sendiri. Tapi dari dalam, rasanya sumpek. Kerja siang malam, tapi uang gaji seperti numpang lewat. Capek fisik dan mental. Kalau dihitung-hitung ya mending beli cash aja, selain biaya lebih murah dan tentunya mental dan pikiran aman terkendali.

Pengalaman itu jadi titik balik. Sejak saat itu, aku belajar satu hal: hidup tanpa cicilan itu jauh lebih ringan. Nggak ada lagi overthinking saat tanggal gajian, nggak dikejar-kejar pembayaran, dan yang terpenting: pikiran lebih damai.

Masalah lain yang bikin aku ragu ambil KPR adalah keterbatasan bangunan dan lahannya. Sebagian besar rumah KPR yang aku lihat bentuknya nyaris sama - tanah sempit, model standar, dan ruang terbatas. Sedangkan aku punya mimpi yang berbeda. Aku ingin rumah dengan ruang ibadah khusus, perpustakaan pribadi, ruang kerja kecil, dan halaman kecil buat berkebun (kalau lagi bosan di dalam rumah, kan bisa berkebun atau bercocok tanam). Bukan rumah mewah, tapi rumah yang merepresentasikan cara hidup yang aku dambakan - tenang, fungsional, dan sesuai ritme hidupku.

Harga properti pun makin naik. Apalagi di kota besar, harga tanah bisa naik drastis tiap tahun. Tapi menurutku, justru itu jadi dorongan buat belajar bersabar dan merancang langkah yang realistis. Kalau sekarang belum mampu beli rumah, ya nggak masalah. Nabung dikit-dikit, sambil terus belajar dan menambah penghasilan lewat skill atau usaha sampingan.

Kalau kata Batas Senja; "Jika tidak hari ini, mungkin minggu depan. Jika tidak minggu ini, mungkin bulan depan. Jika tidak bulan ini, mungkin tahun depan." - Yang penting konsisten, semangat, usaha, dan berdoa. 

Aku percaya, rumah itu bukan cuma soal tempat tinggal, tapi juga soal rasa aman dan tenang. Dan kalau jalannya harus bikin kita stres tiap bulan karena takut nggak bisa bayar cicilan, apa itu masih layak disebut rumah impian?

Aku mencoba menerapkan hal-hal sederhana untuk mencapai itu, - mungkin nggak spektakuler, tapi realistik:

  • Buat peta keuangan pribadi, dengan menentukan target rumah impian, menghitung biayanya, lalu bikin strategi menabung sesuai kemampuan.
  • Fokus ke peningkatan penghasilan. Entah lewat kerjaan tambahan, freelance, jualan online, atau investasi kecil-kecilan.
  • Tidak ikut-ikutan FOMO. Banyak yang ambil KPR karena takut ketinggalan punya rumah. Tapi, setiap orang punya waktu dan jalannya masing-masing.
  • Bangun mindset 'cukup'. Rumah bukan soal besar atau kecil, tapi soal bisa jadi tempat pulang yang menenangkan.
  • Pilih jalur yang bikin hidup lebih damai. Kadang kita lupa, bahagia itu sederhana: nggak dikejar-kejar utang, bisa tidur nyenyak, dan bangun dengan pikiran jernih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun