Mohon tunggu...
Disisi Saidi Fatah
Disisi Saidi Fatah Mohon Tunggu... Blogger dan Penulis

Cendekia Al Azzam - Penyuka warna biru yang demen kopi hitam tanpa gula | Mengagumimu sejak pandangan pertama | suka mengabadikan perjalanan melalui tulisan untuk dikenang di kemudian hari | Buku dan Film

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Aku 'Zero Waste' Aku Tamak?

15 Maret 2025   16:20 Diperbarui: 15 Maret 2025   16:57 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Zero Waste atau minim sampah. (Sumber: Kompas/Istimewa)

Dalam beberapa kesempatan taat kala berkumpul dengan teman maupun orang-orang baru, ada hal yang seringkali membuatku nggak nyaman, terutama ketika kita makan bersama di satu meja atau duduk bersampingan. Karena setiap makan, kebiasaan yang aku anut ialah tidak menyisakan makanan sedikitpun di piring, meski itu hanya sebutir nasi.

Yang membuat diriku nggak nyaman, ketika orang-orang memandangku dengan keanehan, seakan-akan menilai diriku rakus atau tamak. Tak jarang pula mereka saling berbisik dan sesekali menatapku dengan mimik wajah yang kurang sedap untuk dipandang. Padahal nggak ada yang salah dengan apa yang aku lakukan, tidak membuat mereka merugi atau tersakiti. Tapi, mengapa hal ini seolah menjadi aib?

Jujur, aku kurang setuju dengan pendapat orang-orang 'bijak' yang mengatakan jika kita bepergian untuk makan bersama dengan teman maupun kenalan, disarankan untuk tidak menghabiskan makanan yang tersaji dalam piring, hal itu dianggap agar kita tidak dinilai rakus atau semacamnya. Tapi, menurukutku pribadi hal ini justru aneh, ya sangat aneh gitu - kita memaksa diri untuk mendapatkan 'nilai' dari seseorang dengan melakukan hal yang sudah jelas nggak ada benarnya.

Menyisakan makanan sama saja membuangnya, itu sama halnya kita tidak mensyukuri akan nikmat yang telah Allah beri, tidak bersyukur atas rezeki yang Allah hadirkan. Proses menghabiskan makanan ini bagiku adalah suatu tindakan syukur terhadap hidup dan juga upaya berterima kasih kepada semua yang berperan hingga makanan itu akhirnya tersaji di depanku. 

Aku rasa upaya zero waste food atau menghabiskan makanan di piring ini harus dibudayakan, dimulai dari diri kita sendiri. Tidak usah takut dicap tamak, rakus, atau kampungan, dan lain sebagainya. Ingat, kita hidup di atas landasan yang benar. Dalam Islam, membuang-buang makanan termasuk mubazir, yaitu perbuatan memakai sesuatu dengan tidak layak dan semestinya. Membuang-buang makanan juga dilarang sebagaimana dijelaskan dalam surah Al Isra ayat 26 dan 27, di mana Allah Subhanahu Wa Ta'ala (SWT) mengungkapkan bahwa perilaku pemborosan adalah merupakan kebiasaan setan.

Tips Agar Tidak Membuang-buang Makanan Saat Ramadan

 Di bulan ramadan perilaku konsumtif kita kian meningkat, namun tidak dengan sikap dan perlakuan kita dalam memakannya. Sering kali kita kalap mata ketika berbelanja, baik itu untuk kebutuhan sahur maupun berbuka. Yang menjadi masalahnya ialah ketika yang kita beli adalah makanan yang sudah dimasak atau makanan yang tidak bisa bertahan lama.

Cara efektif untuk menanggulanginya tentu harus dengan bijak berkonsumsi seperti; berbelanja bahan makanan dan masak secukupnya. Kurangi "war takjil" hanya karena lapar mata. Berbagi makanan ke tetangga, teman, atau orang yang membutuhkan di jalan. Dan, jika makanan tersebut terlanjur basi, mau tidak mau harus dibuang, maka cara pamungkasnya adalah dengan mengompos sisa makanan. Nah, untuk tata cara membuat kompos yang baik, sahabat pembaca dapat menelusuri artikel-artikel terkait di Kompasiana. 

Bisa juga dengan membuat biopori atau lubang resapan biopori, yaitu lubang silindris vertikal pada tanah yang diisi sampah organik untuk meningkatkan daya resap air dan menghasilkan kompos alami, sekaligus mengatasi genangan air dan banjir. Aku dulu sering membuat biopori saat tinggal bersama orang tua asuh di tanah rantau. Caranya yang sederhana, dengan menimbun sampah organik seperti; sisa makanan, daun kering, ranting kecil, dan sisa tanaman ke dalam lubang yang telah dibuat. Hal ini dapat menghidupi fauna tanah, seperti cacing, yang menciptakan pori-pori di dalam tanah. Dan, tentunya akan menjadi kompos alami seiring berjalannya waktu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun