Mohon tunggu...
Zainab El Khadijah
Zainab El Khadijah Mohon Tunggu... Guru - Ghuroba

Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Idul Adha: Momen Berqurban dan Berkorban

2 Agustus 2020   11:34 Diperbarui: 2 Agustus 2020   11:29 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Idhul Adha adalah hari besar kaum Muslimin di seluruh dunia. Momen menikmati hidangan daging qurban. Di hari besar ini, ada sebagian kaum Muslimin yang menyerahkan hewan qurban, berbagi rasa syukur kepada sesama atas segala nikmat. Sekaligus bentuk ketaatan kepada Allah. Selain hari qurban, hari ini juga bisa dikatakan hari berkorban, dengan memutar kembali sejarah masa silam kisah Nabi Ibrahim alaihis salam. Dari kisah itu dapat memetik banyak hikmah terutama mengenai makna berkorban sejati. Mengapa kisah Nabi Ibrahim begitu fenomenal dan sangat berarti?

Pertama, Nabi Ibrahim insan pilihan yakni seorang rasul (utusan) yang membawa risalah ketuhanan. Tentu dalam dirinya tersemat karakter yang mulia dan istimewa. Beliau dikenal bapak para nabi, karena darinya lahir nabi-nabi setelahnya termasuk Rasulullah Muhammad adalah anak cucunya. 

Kedua, kualitas ketakwaannya kepada Allah sangat tinggi. Perjalanan hidup beliau diwarnai dengan pengabdian, pengabdian dan pengabdian. Untuk mengukur keikhlasan menjalani hidup, Nabi Ibrahim teladan paling pas. Dalam perjalanan hidupnya tergambar keikhlasan, pengorbanan, dan perjuangan. Bagaimana kisahnya menjadi salah satu rukun wajib dalam haji? 

Para nabi yang berasal dari kalangan laki-laki memiliki kehebatan dan keistimewaan adalah hal yang wajar. Namun jangan mengabaikan ada siapa saja di balik kisah perjalanan hidupnya. Nabi Ibrahim menjalani ketaatan tidak sendirian, melainkan ada dukungan yang kuat dari keluarganya. Mungkin kita sering lupa melihat di balik suksesnya seorang laki-laki pasti ada seorang wanita, entah itu ibu atau istri. Salah satunya adalah istri Nabi Ibrahim.

Sejak awal pernikahan Nabi Ibrahim dengan istrinya yang bernama Hajar ujian silih berganti. Nabi Ibrahim memiliki dua istri. Dengan istri yang pertama, bertahun-tahun belum dikarunia buah hati. Tentu kesedihan ini menyelimuti hati pasangan ini. Allah kirim Hajar sebagai istri kedua. Hamillah bunda Hajar. Rasa cemburu di hati istri pertama semakin membuncah. Meski begitu, kesabaran istri pertama menguasai hatinya. 

Waktu lahir telah tiba, bunda Hajar melahirkan seorang putra yang diberi nama Ismail. Betapa bahagianya sang Nabi. Kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Tanpa ada isyarat nabi Ibrahim membawa bunda Hajar bersama putranya pergi . Bunda Hajar sebagai istri yang patuh kepada suami hanya mengikutinya saja. Setelah tiba di padang pasir yang gersang, diturunkanlah bunda Hajar bersama putranya.  Nabi Ibrahim meminta Hajar agar menetap di situ. Bunda Hajar bertanya "apakah engkau akan meninggalkan kami di sini?" Nabi Ibrahim terus berjalan meninggalkan bunda Hajar tanpa menoleh. Bunda Hajar bertanya kedua kalinya dengan pertanyaan yang sama. Masih tetap sama, Nabi tidak menoleh. Bunda Hajar mengubah pertanyaannya "apakah ini perintah Allah?" Nabi menoleh dan menjawab "iya" bersama derai air mata. "Baiklah jika ini perintah Allah, aku akan berlapang dada" Nabi pun telah menjauh dan hilang dari pandangan mata.

Beberapa hari telah dilewati bersama seorang anak saja tanpa ada orang lain. Bekalnya pun habis. Air susu untuk diminum sang Ismail kecil tentu juga kering. Di bawah teriknya matahari, sang Bunda mencari sumber air. Lari ke bukit Shafa dan Marwah tak terasa bolak balik telah mencapai 7 kali. Dengan jarak antara satu bukit dengan bukit yang lain jarak yang cukup jauh. Malah air terpancar dari dekat kaki Ismail kecil. Sungguh kekuasaan Allah. Allah menguji sesuai kadar kemampuan kita setelah kita berusaha keras. 

Sumber mata air itu dikenal sumur Zam-zam. Sumber yang tak akan pernah mati atas izin Allah. Sumber mata air itu ditemui para musafir. Mereka akhirnya mendirikan pemukiman di sana. Jadilah negeri yang dihuni oleh sekelompok manusia. Bunda Hajar tidak kesepian lagi. Ismail menginjak remaja, Nabi Ibrahim pun datang menjemput. Mereka pulang bersama-sama dengan haru biru, disertai pujian kepada sang istri telah lulus melewati ujian. 

Selang beberapa hari, Nabi Ibrahim bermimpi agar menyembelih putranya. Kebersamaan antara ayah dengan anak belum lama, kerinduan yang belum sembuh, kini harus kehilangan lagi dan bahkan untuk selamanya. Siapakah yang sanggup kalau bukan karena sebuah iman?

Hari itu masih belum yakin terhadap mimpinya. Mimpi itu datang sampai 3 kali. Baru keyakinan Nabi Ibrahim mantap, bahwa itu wahyu Allah. Mimpi itu disampaikan kepada Ismail. Nabi Ismail pun rela bila itu perintah Allah. Sehingga tidak ada paksaan antara satu dengan lainnya. 

Pada hari itu dua insan mulia itu siap-siap berangkat menuju tempat penyembelihan. Dalam perjalanannya ada pengahalang, setan membujuk nabi Ibrahim agar tidak menyembelih putranya, memoles dengan kata kasih sayang. Setan itu kadang merayu dengan menyentuh perasaan. Namun iman kedua nabi itu menolak bujukan setan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun