Mohon tunggu...
Laily NurAzizah
Laily NurAzizah Mohon Tunggu... Petani - Si perempuan Sulung yang ingin membuktikan takdirnya

Agribussiness, University of Jember

Selanjutnya

Tutup

Money

Fluktuasi Harga Bawang Merah dalam Konteks Ekonomi Pertanian

17 Juni 2020   13:35 Diperbarui: 17 Juni 2020   13:29 1396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : spiritnews.co.id

PENDAHULUAN

 

Menurut Soetriono dan Suwandari (2016) Pertanian secara luas mecakup subsektor pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan kelautan. Pertanian berperan penting sebagai pemasok kebutuhan pangan dalam negeri, selain itu juga berperan sebagai pembentuk Produk domestik bruto (PDB) 15-20%, pemasok bahan baku industri, penyedia lapangan kerja setidaknya 33%, penyumbang devisa negara, dan penyeimbang ekosistem. Sektor pertanian tidak terlepas dari permasalahan ekonomi yang menyertainya. Persoalan ekonomi pada komoditas pertanian lebih kompleks daripada produk lainnya. Adanya jarak yang cukup lama antara penanaman modal hingga panen, hasil produsi yang sukar ditebak karena tergantung musim, serta harga pertanian yang berfluktuasi masih menjadi kendali bagi penguasaha tani. Pertanian di Indonesia mayoritas masih bersifat tradisional dan berskala kecil yang mana adopsi teknologi belum dilakukan secara maksimal. Kondisi inilah yang menyebabkan pemenuhan kebutuhan dalam negeri defisit hingga pemerintah melakukan impor besar-besaran.

Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pangan, subsektor tanaman holtikultura memiliki peran penting disamping komoditas tanaman pangan. Tanaman holtikultura adalah tanaman budidaya seperti buah, sayur, bunga, dan tanaman obat-obatan. Produk holtikultura umumnya mudah rusak dan tidak tahan lama sehingga setelah pemanenan langsung dipasarkan dalam kondisi segar. Produk holtikultura sering mengalami berbagai permasalahan terkait pasokan produk dan fluktuasi harga di pasaran. Permasalahan yang sering dirasakan masyarakat seperti pada lonjakan harga komiditas cabe, tomat, sayur, bawan merah, bawang putih dan lain-lain. Namun disisi lain petani merasakan kerugian akibat permainan harga yang tidak sesuai pasar. Fluktuasi harga pangan bukanlah masalah baru, permasalahan ini berkaitan dengan dua sektor penting yakni sektor pertanian sebagai pemasok produk serta sektor perdagangan sebagai pengendali harga di pasaran.

Produk pertanian yang harganya berfluktuasi salah satunya adalah bawang merah. Bawang merah termasuk dalam produk holtikultura jenis sayuran yang digunakan masyarakat Indonesia sebagai bumbu masakan. Fluktuasi harga bawang merah tidak separah fluktuasi pada komoditas buah naga maupun tomat yang sampai menyebabkan produk tidak laku di pasaran, akan tetapi perlu adanya upaya untuk menstabilkan harga bawang merah sehingga petani maupun konsumen tidak dirugikan.  Menurut BPS tanaman holtikultura, produksi bawang merah di Indonesia selama kurun waktu 2017-2019 mengalami peningkatan yakni berturut urut 1,47 juta ton, 1,5 juta ton, dan 1,58 juta ton.  Angka tersebut sudah jauh melebihi kebutuhan bawang merah dalam negeri. Pemerintah berhasil menghentikan impor bawang merah sejak tahun 2016 . Pasokan bawang merah surplus sehingga pemerintah menggencarkan ekspor sebanyak 247,5 ton (Rp. 4,7 M) pada pertengahan 2018 dengan tujuan Thailand dan Singapura (Kementan, 2018). Kebutuhan bawang merah dalam negeri dipredisikan terpenuhi, pemerintah optimis ketersediaan naik karena panen raya pada awal tahun 2020.  Pertanyaan terbesar saat ini mengapa harga bawang merah baru-baru ini masih berfluktuasi padahal ketersediaan bawang merah di Indonesia beberapa tahun terakhir sudah surpus.

Beberapa berita terkini menyatakan lonjakan harga bawang merah pada bulan April hingga Juni 2020 namun pada pertengahan Juni harga sudah mulai turun. Fluktuasi harga bawang merah bisa dipengaruhi oleh permainan saluran pemasaran pada pedagang pengumpul maupun pengecer. Apabila tidak ada pengawasan ketat yang dilakukan oleh pemerintah maka hal ini akan sangat merugikan konsumen. Sementara itu petani juga dirugikan jika harga yang diterima tidak sesuai dengan input produksi yang telah dikeluarkan. Penentuan harga bawang merah disesuaikan dengan kondisi ketersediaan barang (supply) dan permintaan (demand). Permintaan pasar periode tertentu mengalami peningkatan sementara produksi cenderung konstan dan bahkan mengalami penurunan. Defisit pasokan bawang merah akan menyebabkan kesenjangan antara supply dan demand sehingga terjadi kenaikan harga di pasaran untuk mencapai keseimbangan pasar (Pardian dkk., 2016)

PEMBAHASAN

 

Kementerian Pertanian pada awal tahun 2020 optimis mengenai ketersediaan bawang merah dalam negeri. Ketersediaan bawang merah yang mencukupi tentunya menyebabkan harga di pasarn stabil, namun realita di pasaran sebaliknya.  Kenaikan harga bawang merah telah terjadi mulai bulan April hingga Juni hingga mencapai kisaran Rp. 50-60 ribu/kg bahkan di beberapa daerah bisa mencapai Rp. 80ribu. Kenaikan harga biasanya disebabkan oleh defisit pasokan produk, perkiraan kebutuhan dalam negeri tidak sesuai. Permintaan naik menjelang hari raya Idul Fiitri sementara ketersediaan produk terbatas sehingga tidak sesuai dengan prakiraan. Berita harian TEMPO.CO membahas mengenai peningkatan harga bawang merah yang disebabkan oleh pasokan yang terbatas akibat kekurangan input produksi berupa bibit. Faktor yang menyebabkan pasokan terbatas diantaranya adalah faktor cuaca dan karakteristik produsen atau petani. Cuaca yang berubah ubah menyebbkan pergeseran musim sehingga lahan budidaya bawang merah sebagian beralih ke komoditas padi akibat musim panas yang belum tiba. Pergeseran musim tanam mengakibatkan kerusakan benih bawang merah sehingga terjadi kelangkaan pada musim tanam berikutnya.

Harga bawang merah yang cukup tinggi menjadikan petani lupa menyisihkan hasil panenya untuk benih dengan menjual semua panennya. Pemerintah mengehntikan impor bawang merah untuk kebutuhan benih  pada atahun 2014 dan mulai menggunakan benih produksi sendiri. Namun akibat kelangkaan benih saat ini, harga benih relatif mahal dipasaran dan belum ada subsidi dari pemerintah. Lahan tanam budidaya bawang merah berkurang pada akhir tahun 2019 hingga awal tahun 2020 sehingga produktivitas dalam negeri pun menurun. Petani bawang merah banyak yang beralih ke komoditas lainnya, mengutip dari Financedetik.com Petani bawang merah di Kabupaten Brebes banyak yang beralih ke komoditas lain karena kelangkaan bibit sejak April 2020. Harga bibit bawang merah mencapai  70ribu-80 ribu rupiah per kg pada bulan Juni. Ketersediaan lahan berkurang drastis akibat musim penghujan yang panjang serta mahalnya harga bibit bawang merah sehingga petani beralih pada komoditas lain seperti padi.

Pertengahan bulan Juni menunjukkan harga bawang merah berangsur turun di beberapa daerah di Indonesia karena banyak lahan yang sudah mulai panen.  Harga bawang merah berangsur turun berkisar Rp.35 ribu-45 ribu. Stabilitas harga bawang merah perlu dijaga dan perlunupaya untuk mencegah kenaikan harga  yang merugikan konsumen serta harga rendah yang dirasakan petani. Fluktuasi bawang merah ini sangat berpengaruh terhadap inflasi perekonomian Indonesia. Devisa negara meningkat karena pasokan bawang merah mencapai surplus dan berhasil mengekspor ke sejumlah negara tetangga. Namun sebaliknya jika terjadi defisit bawang merah dapat menyebabkan impor sehingga petani lokal tergeser. Hukum penawaran (supply ) menyatakan bahwa semakin tinggi harga produk maka semakin banyak pula barang yang ditawarkan oleh produsen. Namun sebaliknyaa pada hukum permintaan yang menyatakan bahwa semakin tinggi harga suatu barang makan permintaan akan turun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun