Mohon tunggu...
Conni Aruan
Conni Aruan Mohon Tunggu... Administrasi - Apa ya?

Zombie

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Steffani

2 Maret 2013   05:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:27 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

-

Heh, kamu ngapain di sini?

Bagi duit donk.

Gak ada.

Cepek aja.

Gak ada.

-

Perempuan itu bersandar pada dinding kusam, kakinya bersilang dan tangannya sibuk memilin rambut keritingnya. Sedangkan pria berkulit gelap itu sibuk mengeluarkan isi tasnya. Sepertinya diapunya uang banyak hari ini, sebungkus Mild dan dua kaleng susu beruang. Sekaleng diberikan kepada perempuan itu, langsung disambut cepat.

Ceklek. Perempuan itu meneguk liar hingga tandas.

Kau kelaparan.

Belum kemasukan nasi dari pagi.

Uangmu kemana?

Habis.

Kamu kenapa gak kerja?

Gak lagi.

Kenapa?

Dipecat.

-

Perempuan itu masuk ke kamar pria itu dan menghempaskan tubuh langsingnya di kasur. Tangannya meraih rubik yang warnanya hampir pudar dari kotak kecil di samping kasur. Krek krek krek. Diputar-putarnya rubik itu. Bosan diletakkan juga.

Aku mau ganti baju.

Ya udah.

Maksud pria itu supaya perempuan itu keluar sebentar dan dia mengganti baju, ternyata perempuan tak peduli. Pria itu keluar menuju kamar mandi umum di ujungbarisan kamar-kamar kumuh lainnya.

Bagi duit.

Pria itu tak perduli.

-

Bagi duit.

Pria itu menggantungkan seragam putih biru di balik pintu kamar.Membuka penutup susu kaleng itu. Ceklek. Meneguk habis dan dilanjutkan dengan menikmati sensasi asap di setiap tarikan nafasnya.

Kamu pulang saja.

Nggak mau.

Buat apakalau gak mau kerja.

Aku dipecat bukan gak mau kerja.

Sama saja, kamu pasti berulah.

Si Budi yang berulah.

Jawab terus.

Dia yang salah aku yang dipecat.

Harusnya kamu tahu diri.

Aku tahu diri.

Jangan berulah.

Bagi duit.

Gak punya duit. Pria itu diam matanya dipejamkan.

Gak punya atau gak mau ngasih?

Gak punya.

Taik.

Perempuan itu melompat dari kasur, keluar kamar itu pintu dibanting di belakangnya. Pria itu diam saja, sudah biasa pikirnya.

Buk! Buk! Buk! Pintu kamarnya seperti dilempari batu. Pasti dia, sudah biasa. Maunya saja diturutin, kelakuan gak ada berubah pikir pria itu. Terdengar umpatan dari luar.

Kampret!

-

Perempuan itu pulang dari rumah pria itu dengan tangan kosong. Tak ada lagi tempat peminjaman. Jarek akan menyeretnya keluar kalau memohon-mohon di depan kedua anaknya. Hasrat semakin kuat terhadap serbuk najis itu. Dia tak bisa berbuat apa-apa. Menjual sesuatu?. Tak ada lagi yang bisa dijual. Semua sudah habis. Perempuan itu meringkuk di sudut tempat tidurnya. Meringis, memaki, memukul dan menyakiti dirinya sendiri. Malam hanya mendengarkan dan melihat. Malam tak bisa berbuat apa-apa.

Taik.

Sakit.

Sakit taiiik.

Arrgghh sakiiiit.

Andre kampreeeet bagi duit setaaaan.

-

Steff.

Steffani.

Tak ada jawaban dan tanda-tanda Steffani akan membukakan pintu. Pria itu meraih daun pintu. Krieeet. Pintu tidak terkunci, cahaya menyeruak memasuki kamar Steffani. Kamar itu berantakan. Pecahan kaca berserak di lantai disertai jejak kaki berdarah di sana hingga depan kamar mandi.

Steffani!

Pria itu melompati pecahan kaca. Dia mendapati adik perempuannya terbaring lemas tak sadarkan diri di bawah pancuran air. Beberapa pecahan kaca menancap pada telapak kaki perempuan itu. Andre mengangkat tubuh langsing itu dan membaringkannya di kasur.

Steff. Pria itu menepuk-nepuk pipi Steffani.

Steffani!

Kelopak matanya perlahan terbuka.

Bagi duit Ndre.

Nanti, minum dulu ini.

Pria itu meminumkan air pada bibir yang pucat membiru.

Aku sakit Ndre, sakit sekali.

Iya.

Pria itu mencabut pecahan kaca dari kaki adik perempuannya, membersihkan dan mengoleskan betadine yang tinggal sedikit. Di dapatnya dari laci di antara jarum-jarum suntik bekas.

Pelan-pelan donk. Periiih.

Iya.

Aku mau pulang, aku rindu Ibu.

Iya.

Ganti bajumu, dan istirahatlah. Besok kita pergi.

Kemana?

Pulang.

Kamu punya uang?

Nggak.

Terus?

Pinjam sama teman.

Kalau gitu g usah pulang.

Diam!

Jangan bentak-bentak, aku gak mau pulang pake uang pinjaman.

Jangan banyak cincong, kamu sakit.

Pokoknya gak mau pulang!

Steff. Tak bisakah kamu menjadi adik yang baik untukku? Kamu selalu menyusahkan apalagi kalo sakit. Capek Steff... Capek! Aku Cuma punya satu saudara, cuma kamu doank. Mengerti sedikit kenapa sih! Kamu sakit, kamu harus pulang. Ibu khawatir. Titik.

Ibu akan malu kalau tahu aku sakit apa.

Kamu anak kesayangan, Ibu tak akan malu.

Aku mau sembuh Kak... Steffani terisak. Aku gak kuat begini terus.

Iya, jangan cuma omongan doank.

Aku gak punya apa-apa lagi, kalung pemberian Ibu sudah kujual. Semua habis...

Iya, istirahatlah. Kakak mau beli makanan dulu.

Pria itu menyapu pecahan kaca di lantai. Memasukkan ke dalam kantong plastik jarum-jarum suntik bekas untuk dibuang. Kaca, gelas, gunting dan pisau dibawa keluar dari kamar itu. Pria itu menutup pintu di belakangnya. Mengabaikan rintihan Steffani.

Andre...

Sakit...

Aku sakiiittt...

Tolong pinta sama Jarek, satu aja... Kumohon...

-

Sumber gambar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun