Mohon tunggu...
CommStride
CommStride Mohon Tunggu... Penulis - Hi!

Annual campaign from Communications student of President University. Present with the latest issues every year, so don't forget to follow us on social media: Instagram: @commstride Twitter: @commstride Tiktok:@commstride

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Antisipasi Masalah Mental di Masa Pandemi

6 Mei 2021   19:50 Diperbarui: 6 Mei 2021   19:55 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam setahun masa pandemi COVID-19, jumlah kasus terkonfirmasi positif terus bertambah, banyak hal yang kemudian berubah dan menuntut penyesuaian. 

Mau tidak mau, masyarakat harus banyak menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang terjadi. Masa transisi ini kemudian tidak jarang mengakibatkan tekanan dan menimbulkan beban pikiran yang akhirnya berdampak buruk pada fisik maupun mental kita sebagai individu.

Infeksi virus Corona tidak hanya menimbulkan permasalahan fisik, tapi juga berdampak langsung pada kesehatan mental. Kondisi tersebut harus segera diatasi agar tidak semakin menurunkan sistem kekebalan tubuh dan memicu munculnya penyakit-penyakit lain yang dapat mengganggu kualitas hidup.

Sebagaimana dilansir CNN, Lisa Carlson, mantan presiden American Public Health Association dan Administrator Eksekutif di Sekolah Kedokteran Universitas Emory di Atlanta, mengatakan bahwa dunia saat ini mengalami tekanan dan ketakutan akan penyakit serta semua rutinitas yang terganggu, tetapi kesehatan mental adalah hal terselubung yang dialami oleh siapapun. Sedangkan, kita tidak memiliki vaksin untuk kesehatan mental seperti yang akan kita dapatkan untuk kesehatan fisik. Jadi, butuh waktu lebih lama untuk keluar dari permasalahan mental ini.

Beberapa masalah mental yang kerap muncul di masa pandemi antara lain:

1. Stres

Stres secara alamiah memicu respons tubuh untuk bereaksi menghadapi ancaman. Ketika menghadapi potensi bahaya, sistem saraf simpatik otomatis berada dalam mode mempertahankan diri. Hal itu dikontrol bagian otak yang mengendalikan emosi bernama amigdala.

Stres juga mengakibatkan otot di dalam tubuh otomatis jadi tegang. Meski ketegangan otot itu berfungsi melindungi diri dari cedera, namun ketegangan otot secara terus menerus dan berulang tentu berdampak sangat buruk bagi kesehatan.

2. Gejala Cemas

Dilansir melalui Kompas Lifestyle, gejala kecemasan terbanyak ditemukan pada kelompok usia di bawah 30 tahun, dengan uraian sebanyak 75,9 persen terjadi pada kategori di bawah 20 tahun dan 71,5 persen pada usia 20-29 tahun.  Orang yang mengalami gangguan kecemasan umumnya merasa cemas kapan saja, bahkan tanpa ada faktor pemicu stres yang jelas.

3. Gangguan Depresi Mayor (Depresi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun