Mohon tunggu...
Ignasia Kijm
Ignasia Kijm Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pembentukan Jiwa-jiwa Kuat Melalui Program Au Pair

4 Juli 2020   01:06 Diperbarui: 4 Juli 2020   17:43 1157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat Eropa Jadi Rumah Kedua (Foto: Dokumentasi pribadi)

Aku percaya bahwa sesuatu terjadi dengan maksud di dalamnya. Pengalaman berharga tidak selalu hal-hal baik saja, terkadang kita juga harus belajar dari pengalaman buruk.

Demikian pernyataan Rora, salah satu penulis buku "Saat Eropa jadi Rumah Kedua, Kumpulan Cerita Au Pair di 3 Negara". Jauh sebelum membaca buku ini, saya sudah mengetahui program au pair. Informasi itu saya baca di salah satu tabloid yang membahas topik beasiswa.

Saya sebatas mengetahui bahwa au pair itu tinggal bersama host family. Ia bertugas menjaga anak dan membantu melakukan beberapa pekerjaan rumah tangga. Sebagai imbalannya, seorang au pair akan mendapat uang saku dan mengikuti kursus bahasa.

Dari empat kisah yang ada, saya memilih pertama kalinya membaca kisah Rora yang berada di chapter terakhir. Namanya tidak asing sebab saya sering menonton channel youtubenya.

Membaca buku "Saat Eropa jadi Rumah Kedua" membawa saya menyelami lika-liku kehidupan Rora, Ragil, Icha, dan Ceu Entin selama menjadi au pair di Eropa.

Tidak mudah memang, tapi mungkin untuk dilewati. Semua cerita itu kini dibagikan kepada para pembaca. Belajar dari mereka agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dan mencontoh hal yang baik.

Sejak lama Rora bermimpi menjejakkan kaki di Jerman. Mimpi itu akhirnya terwujud melalui program au pair. Prosesnya tidak mudah. Ratusan penolakan dialaminya hingga Rora mendapatkan host family di Augsburg.

Dalam perjalanannya selama satu tahun di keluarga tersebut, tak sedikit duka yang harus dihadapi Rora. Dari host mum yang kurang ramah sampai dua anaknya yang menunjukkan perangai tak baik.

Pandangan awal saya mengenai program au pair yang menyenangkan nyatanya tak demikian. Rora menarasikan bahwa jam kerjanya dalam sehari melebihi waktu yang tertulis di dalam kontrak. Selain itu ia tidak diberikan tiket kendaraan sehingga harus berjalan kaki dari satu tempat ke tempat lain. Itupun dalam jarak yang terbilang jauh.

Sempat terlintas di benak Rora untuk berpindah keluarga. Namun ia tidak ingin dipusingkan dengan urusan mencari sekolah bahasa. Terlebih jika ia harus pindah kota. Pasalnya setiap sekolah menetapkan kuota. Sementara itu banyak sekali orang yang mendaftar kursus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun