Mohon tunggu...
Ignasia Kijm
Ignasia Kijm Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Agradaya, Doa untuk Pertanian Indonesia yang Berjaya

22 Mei 2019   23:10 Diperbarui: 22 Mei 2019   23:32 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agradaya berharap petani Indonesia bisa semakin sejahtera. (Sumber foto: gandengtangan.co.id)

Agradaya yang berkonsep social entrepreneurship menawarkan solusi  inovatif bagi persoalan sosial, khususnya pengembangan potensi desa, pangan lokal, dan agrikultur.

Agradaya berasal dari dua kata, agra (agraria) dan daya (berdaya). Andhika Mahardika dan sang istri, Asri Saraswati membangun Agradaya setelah melihat kondisi petani di pedesaan yang masih hidup prasejahtera. Mereka berharap latar belakang ilmu dan jaringan yang dimiliki bisa memberikan manfaat kepada petani.

Selama 5 tahun berjalan Agradaya telah membantu 150 petani rempah di Menoreh, Sleman dan Pringtali, Kulonprogo. Sebagian besar masyarakat di Dusun Pringtali berprofesi sebagai petani dengan lahan pertanian berbentuk tumpangsari. Komoditas utamanya adalah rempah-rempah dan kayu sengon.

Di mata Andhika, pertanian Indonesia itu krusial. Setelah lulus dari Teknik Mesin Universitas Diponegoro, Andhika bekerja di divisi R&D sebuah perusahaan di Bekasi. Walaupun penghasilannya mencukupi, ia tidak menemukan kebahagiaan dan kenyamanan. Suatu malam ketika pulang lembur, Andhika berpikir ingin dikenang sebagai apa saat meninggal nanti. Andhika ingin keluar dari pekerjaannya tapi ia bingung.

Selanjutnya Andhika bergabung dengan Indonesia Mengajar dan ditempatkan di Aceh. Ia menyaksikan ketimpangan ekonomi yang sangat jauh antara Jawa dan luar Jawa, kota dan desa.

Sepulang dari Aceh, Andhika bersama Asri memilih tinggal di desa. Mereka memandang orang-orang di desa dibatasi atau terputus akses dari informasi terhadap teknologi, pengetahuan, modal, dan pasar. Andhika dan Asri memilih bidang pertanian setelah melihat adanya potensi yang besar dari desa. Namun masih banyak faktor penghambatnya.

Pada umumnya petani di Indonesia hidup dalam kemiskinan. Alasannya, pertama, kepemilikan lahan. Petani Indonesia dikatakan sejahtera jika memiliki lahan 1,2 hektar. Jarang sekali petani memiliki lahan seluas itu. Bahkan banyak petani tidak punya lahan. Kedua, sebagian besar petani menempuh pendidikan rendah, bahkan tidak sekolah. Akibatnya  mereka tidak punya pemahaman atau informasi pengolahan pascapanen.

Ketiga, petani cenderung menjual hasil pertanian dalam keadaan mentah atau utuh. Bahkan ada hasil pertanian yang belum dipanen sudah dijual ke tengkulak. Selain itu beberapa petani memiliki kualitas hasil panen yang kurang baik. Keempat, posisi tawar petani terhadap pasar sangat rendah. Jarak dari desa ke pasar terdekat mencapai 8,2 km. Lokasi desa yang cukup terpencil membuat petani bergantung pada tengkulak.

Fokus Agradaya adalah petani rempah-rempah. Fakta menunjukkan, saat panen raya kunyit dihargai Rp 3.000 per kg dengan kapasitas maksimal panen hanya 1.000 kg per tahun. Padahal di Pasar Beringharjo harganya bisa mencapai Rp 7.000 per kg bahkan Rp 10.000 per kg. Sementara itu di Jakarta mencapai Rp 15 ribu per kg.

Agradaya memiliki mekanisme pengolahan pascapanen. Mereka melakukan edukasi ke petani untuk mengolah hasil panen sehingga terjadi peningkatan secara finansial dan value produk atau nilai tambah.

Awal berinteraksi dengan petani, Agradaya tidak ingin dianggap sebagai juragan atau pemborong. Mereka ingin masuk dalam keadaan yang setara. Oleh karena itu mulanya Agradaya mengatasnamakan yayasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun