Mohon tunggu...
Ignasia Kijm
Ignasia Kijm Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Kasih Sang Pahlawan Kehidupan

22 Februari 2019   23:54 Diperbarui: 23 Februari 2019   00:29 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dokumentasi atamerica.or.id

Nina bobo oh nina bobo

Kalau tidak bobo digigit nyamuk

Bobolah bobo adikku sayang

Kalau tidak bobo digigit nyamuk

Lagu Nina Bobo tak asing bagi Alfred Munzer. Selama empat tahun Mima Saina, pengasuh anak keluarga Indonesia di Belanda mendendangkan lagu pengantar tidur tersebut. Mima bekerja di keluarga Tole Madna. Bagi Alfred, Mima adalah pahlawan yang mengagumkan. Ia ia tidak bisa berbahasa Belanda, tidak bisa membaca dan menulis. Namun Mima berhati emas. 

Setiap pagi ia berjalan berkilo-kilo meter mendapatkan susu untuk Alfred. Mima melakukan berbagai cara untuk melindungi Alfred, seperti menyembunyikan pisau di bawah bantal menjelang tidur malam untuk berjaga-jaga dalam situasi yang membahayakan atau membawa Alfred ke loteng saat tentara datang.

Alfred lahir di Belanda, 23 November 1941. Persalinannya dibantu perawat. Saat itu tak satupun dokter yang bersedia membantu ibunya lantaran label Yahudi yang melekat padanya. Dalam penguasaan Nazi, ayah Alfred mencari cara untuk menyelamatkan hidup keluarganya. Ia menitipkan dua kakak perempuan Alfred ke tetangga. Sementara itu ia menyamar sebagai pasien rumah sakit jiwa dan istrinya bergabung sebagai perawat, profesi yang sungguh dibutuhkan dalam masa perang.

Bagaimana dengan Alfred? Alfred yang saat itu berusia sembilan bulan dititipkan kepada seorang perempuan Belanda. Namun perempuan tersebut memilih menyerahkan Alfred ke mantan suaminya. Demi alasan keamanan, Alfred berganti nama menjadi Bobby. Nama tersebut dipilih sebab anak bungsu Madna bernama Robby. Pengucapan yang mirip diharapkan tidak membuat tetangga curiga akan keberadaan seorang bayi di rumah Madna. Kala itu perburuan orang Yahudi menjadi target utama Jerman.

Alfred mengenang kebersamaan dengan keluarga Madna merupakan memori yang tak terlupakan. Papa Madna berkorban banyak untuknya. Menerima keberadaan bayi Yahudi dengan taruhan keselamatan keluarganya. Ia menganggap Alfred seperti anaknya sendiri. Demikian pula dengan tiga anak Papa Madna. Hingga di usia empat tahun, ibu Alfred datang. Nazi berhasil ditaklukkan. Ia ingin berkumpul dengan anaknya. Saat itu semua anggota keluarga Madna berkumpul membentuk lingkaran. 

Alfred kecil bergiliran dipangku dari satu orang ke orang lain. Ia tak merasakan apapun sampai di pangkuan terakhir yaitu ibunya, Alfred berontak. Ia merasa asing, tak mengerti apapun. Bagi Alfred, Mima adalah ibunya. Sayangnya sosok spesial di mata Alfred itu meninggal dua bulan kemudian. Mima telah mempertaruhkan nyawanya untuk Alfred. Untuk itu ia sangat berterimakasih.

Pasca perang Alfred menyaksikan di sekitarnya, anak yang kehilangan ayah atau ibu yang kehilangan keluarganya. Berjalannya waktu Alfred dan ibunya bermigrasi ke Amerika Serikat. Ayah dan dua kakak perempuan Alfred yang berusia 6 dan 8 tahun meninggal di kamp konsentrasi. Guna menghadirkan sosok mereka yang tak dikenal Alfred, sang ibu tak bosan-bosannya bercerita. Ia juga menunjukkan sejumlah foto kepada Alfred.

Alfred bisa ada di dunia sampai hari ini karena pertolongan Papa Madna. Tak lupa kasih Mima. Tak dapat dibayangkan bila saat itu Alfred mengikuti dua kakaknya ke kamp konsentrasi. Mungkin tidak akan ada Alfred, dokter spesialis paru di Washington DC yang aktif menyuarakan larangan merokok di ruang publik. Larangan tersebut selanjutnya diadopsi Indonesia dalam kebijakannya. Alfred pernah menjabat sebagai presiden Asosiasi Ahli Paru Amerika Serikat.

Alfred, penyintas Holocaust itu kini aktif menyuarakan perdamaian di manapun. Holocaust Museum adalah tempat yang berharga untuk Alfred, memberikan kesempatan kepadanya untuk belajar. Alfred terkenang saat ia membagikan kisahnya di hadapan mahasiswa Indonesia di Temple University. 

Terharu dengan kisah tersebut, sekelompok mahasiswa berinisiatif menyanyikan lagu Nina Bobo untuk Alfred. Di akhir pertunjukan, seorang mahasiswa Muslim menghampiri Alfred dan mengatakan, 'kita adalah keluarga'. Saat itu Alfred merasa tidak ada lagi sekat atas dasar ras, agama, bahkan golongan tertentu.

Meskipun telah terpisah benua, hubungan Alfred dengan keluarga Madna masih terjalin, termasuk anak dan cucunya. Mereka kerap berbagi cerita akan memori di masa lampau. Alfred tak melupakan jasa Papa Madna. Beberapa kali pula ia mengunjungi makam Mima. Atas dedikasi dua pahlawan kehidupan tersebut, Alfred mengusahakan nama mereka tercantum di monumen peringatan para korban Holocaust. Kawasan tersebut dikenal sebagai Righteous Among the Nations yang diperuntukkan bagi kalangan non Yahudi yang berjasa menyelamatkan orang Yahudi dari Holocaust.

Film 'Nina Bobo untuk Bobby' merupakan salah satu film yang ditayangkan pada Tolerance Film Festival. Event yang diselenggarakan pada 15-18 November 2018 lalu tak lepas dari Hari Toleransi Sedunia yang diperingati setiap 16 November. Festival yang diadakan sejak 2016 tersebut bertujuan memupuk keberagaman dan memperkenalkan toleransi. Panitia berharap semakin banyak pihak yang bekerja sama dalam event tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun