Mohon tunggu...
Ignasia Kijm
Ignasia Kijm Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memahami Tekstil Nusantara, Menggali Tradisi Indonesia

2 Agustus 2018   16:59 Diperbarui: 3 Agustus 2018   04:38 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lawo Luka Semba dengan tenun sederhana yang berasal dari Nggela, Ende, NTT dipakai pada kesempatan penting. (foto dokumentasi pribadi)

Studi Wastra dapat mengungkap banyak hal tentang sosio kultural negara tersebut.

#Ngojak15 dengan tema Tanah Abang; Punya Cara dan Cerita yang diadakan pada 15 Juli 2018 lalu berakhir di Museum Tekstil. Saat itu tengah berlangsung Pameran Wastra 'Encounters with Bali: A Collector's Journey'. 

Pameran yang diselenggarakan pada 10 Juli sampai 5 Agustus 2018 tersebut menampilkan ragam tekstil Indonesia terbaik yang merupakan koleksi pribadi Dr. John Yu dan Dr. George Soutter. Koleksi tekstil Indonesia yang mencakup sejumlah koleksi langka nusantara tersebut diperoleh dalam rentang lebih dari 30 tahun.

Museum Tekstil yang berada tak jauh dari Stasiun Tanah Abang merupakan museum di bawah Unit Pengelolaan Pariwisata dan Kebudayaan Pemprov DKI Jakarta. DKI Jakarta sendiri memiliki 10 museum atau tempat bersejarah yang dikelola Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, salah satunya Museum Tekstil. 

Sembilan lainnya adalah Kota Tua, Museum Wayang, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Sejarah Jakarta, Museum Taman Prasasti, Museum Joang 45, museum di Pulau Onrust, Museum Bahari, dan Si Pitung di Marunda.

Lau Pahudu yang bermotif ayam dengan ekor melengkung panjang dan mulutnya menyerupai hewan laut berasal dari Sumba Timur, NTT. (foto dokumentasi pribadi)
Lau Pahudu yang bermotif ayam dengan ekor melengkung panjang dan mulutnya menyerupai hewan laut berasal dari Sumba Timur, NTT. (foto dokumentasi pribadi)
Museum Tekstil adalah salah satu aset bersejarah. Bangunan cagar budaya tersebut awalnya merupakan landhuis atau villa yang dibangun pada awal abad ke-19. Bangunan itu milik warga Perancis yang tinggal di Batavia kemudian dibeli oleh Konsul Turki di Batavia Sayed Abdul Aziz Al Kazimi. Pada 1942 bangunan tersebut dijual kepada Karel Christian Crucq. 

Pada masa revolusi fisik tahun 1945, bangunan tersebut dijadikan markas besar Barisan Keamanan Rakyat. Pada 1947 bangunan itu dimiliki Lie Sion Pin yang kemudian dikontrakkan kepada Departemen Sosial untuk penampungan orang-orang jompo. Sejak 1952 bangunan itu dibeli oleh Departemen Sosial.

Pada 1972 bangunan itu ditetapkan sebagi bangunan bersejarah yang dilindungi. Pada 25 Oktober 1975 bangunan itu diserahkan oleh Departemen Sosial kepada Pemda DKI Jakarta untuk dijadikan museum. 

Pada 28 Juni 1976 di masa kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, bangunan itu diresmikan sebagai Museum Tekstil. Lokasi Tanah Abang dipilih dengan alasan keberadaan Pasar Tanah Abang sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara.

Museum Tekstil didirikan dengan pertimbangan pada 1970-an sedang gencar-gencarnya  serbuan tekstil mesin dari luar negeri. Guna meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap kain Indonesia, digagas Museum Tekstil. Awalnya hanya ada 500 kain, sumbangan dari para ibu pecinta kain yang tergabung dalam Himpunan Wastraprema. Seiring waktu ada sumbangan dari masyarakat.

Saat ini Museum Tekstil menghimpun 2.700 koleksi kain batik Indonesia. Kain batik tersebut dikelompokkan menjadi, pertama, kelompok kain batik dari seluruh Indonesia; kedua, kelompok kain tenun dari seluruh Indonesia; ketiga, kelompok peralatan batik maupun tenun; keempat, kain yang dibuat dengan teknik tidak dibatik dan tidak ditenun, contohnya jumputan dari Palembang atau sasirangan dari Kalimantan; kelima, kelompok busana yang menghimpun busana tradisional maupun busana karya desainer yang  menggunakan kain atau bahan tradisional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun