Mohon tunggu...
Claudia PutriPitaloka
Claudia PutriPitaloka Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Ekonomi Pembangunan

Selanjutnya

Tutup

Money

Digitalisasi Sistem Pembayaran Oleh Bank Indonesia

22 November 2020   13:00 Diperbarui: 22 November 2020   14:36 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Bank Indonesia merupakan otoritas sistem pembayaran di Indonesia, tentunya Bank Indonesia selalu memastikan bahawa sistem pembayaran harus berada pada koridor ketentuan yang berlaku. Bank Indonesia melakukan pengembangan terhadap sistem pembayaran yang ada dengan menyesuaikan kebutuhan masyarakat saat ini. Seperti kita ketahui, saat ini kita memasuki era digital dimana segala sesuatu yang memungkinkan untuk dilakukan dengan metode digitalisasi, maka akan dikembangkan berbasis digital, termasuk salah satunya adalah sistem pembayaran.

Sistem pembayaran digital dilakukan guna menyesuaikan perkembangan zaman saat ini, tentunya sistem pembayaran digital ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penerapan sistem pembayaran digital dilakukan untuk memperlancar dan memudahkan jalannya kegiatan pembayaran, apalagi  di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.

Pandemi Covid-19 memaksa kita sebagai masyarakat untuk membatasi segala aktivitas yang biasa kita lakukan dengan mudah menjadi serba terbatas. Hal ini mengakibatkan adanya pergeseran gaya hidup di masyarakat yang pada awalnya dengan mudah melakukan kegiatan diluar rumah, bertemu dengan kerabat, berbelanja, bekerja, sekolah, dan sebagainya menjadi terbatas dan serba online. Kita bekerja dari rumah, sekolah dari rumah, berbelanja melalui platform e-commerce , berkomunikasi dengan teman maupun kerabat melalui video call karena memang segala aktivitas yang dilakukan diluar rumah harus dibatasi demi menekan penyebaran Covid-19.

Selain itu, adanya wabah Covid-19 ini memberikan dampak dalam kehidupan masyarkat, termasuk digitalisasi di bidang ekonomi dan keuangan. Sehingga masyarakat dituntut untuk dapat beradaptasi dengan cepat dalam sistem digitalisasi ini. Pergeseran sistem pembayaran tunai menjadi non tunai pada dasarnya telah diterapakan sebelum adanya pandemi Covid-19. Sebelumnya, pada tahun 2019 Bank Indonesia dalam sistem pembayaran telah menerapkan blueprint sistem pembayaran Indonesia (BSPI) 2025.

Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 adalah panduan arah kebijakan Bank Indonesia (BI) di bidang sistem pembayaran pada era digital dalam rangka mendukung pembentukan ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang kondusif. Sistem pembayaran blueprint ini mencakup lima visi yaitu pendekatan integrated, transformasi digital, keseimbangan manfaat dan risiko, mementikan natioal interest di dalam dunia yang borderless. Dengan lima visi tersebut, Bank Indonesia membuat lima working group. Pertama, Bank Indonesia mendorong perbankan untuk melakukan perubahan yaitu berupa konsep-konsep digital banking; Kedua, Bank Indonesia memperbaiki secara struktural retail payment atau pembayaran-pembayaran retail, kedepannya kemungkinan besar pembayaran di masa depan akan menggunakan mobile, Bank Indonesia tengah membangun suatu teknologi yang disebut Unified Human Interface berupa aplikasi guna kepentingan pengawasan data dan juga berencana mengganti Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) karena dinilai kurang cepat menjadi sistem yang lebih cepat yaitu BI Fast Payment; Ketiga,  memperbaiki wholesale payment dan financial market infrastructure; Keempat; Bank Indonesia menggeser penguasan data dari ranah privat ke ranah publik, Bank Indonesia ingin ada sebuah infrastruktur data dimana data-data transaksi dapat tersimpan agar semua transformasi digital yang nantinya menggunakan data dapat digunakan semua orang; Kelima, Bank Indonesia merencanakan kedepannya ada legal reform berupa peraturan Bank Indonesia yang memayungi sistem pembayaran, ketika regulasi berubah, maka sistem perizinan juga berubah, pengawasan dan pelaporan juga harus berubah. Di dalam  working group juga terdapat projek cyber security karena semua manfaat datang dengan risiko.

Di masa pandemi Covid-19 ini, aktivitas transaksi digital di masyarakat meningkat. Hal ini terjadi karena terbatasnya ruang gerak aatau aktvitas masyarakat karena adanya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama masa pandemi Covid-19 ini. Transaksi digital dilakukan tentunya karena memudahkan masyarakat dalam bertransaksi baik melalui penggunaan instrumen pembayaran non tunai yang berbasis kartu (card based) ataupun pembayaran non tunai yang berbasis elektronik (electronic based). Karena hal itu, Bank Indonesia kini terus memperbaiki sistem  pembayaran digitalisasi di sektor keuangan. Bank Indonesia juga mendorong perbankan untuk dapat mempersiapkan cara baru dalam transaksi digital untuk menjalankan bisnisnya di era new normal, dimana perbankan harus mampu melihat peluang bisnis baru dan berinovasi dalam membuat produk baru serta memaksimalkan adanya digitalisasi keuangan.

Upaya-upaya yang dilakukan Bank Indonesia dalam digitalisasi di sektor keuangan ini patut diapresiasi, meskipun dalam prosesnya memiliki kelebihan dan kekurangan. Seperti misalnya standarisasi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) pada agustus 2019 lalu. Standarisasi yang tertuang dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 21 Tahun 2019 ini akan menjadi pedoman perbankan serta fitech penyelenggara jasa sistem pembayaran yang akan mengguanakan sistem pembayaran QR Code. Pada dasarnya, QRIS memiliki tujuan yang baik yaitu penyelarasan antar infrastruktur sistem pembayaran berbasis QR serta mendukung sistem pembayaran yang lebih praktis dan efisien bagi para pelaku UMKM yang mulai diberlakukan pada 1 Januari 2020. Akan tetapi, Bank Indonesia dalam penerapan QRIS memiliki aturan pemberlakuan tarif potongan yang diberlakukan pada pelaku usaha pengguna QRIS yaitu sebesar 0,75% per transaksi pada pengguna QRIS reguler. Hal ini ternyata dirasa memberatkan pelaku usaha, potongan tarif sebesar 0,75% per transaksi dirasa cukup tinggi bagi mereka. Namun Bank Indonesia menyatakan bahwa potongan tarif tersebut masih dalam tahap uji coba, artinya masih dalam percobaan apakah potongan tarif tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah, sehingga nantinya akan disesuaikan sehingga tidak terlalu rendah tetapi juga tidak memberatkan pelaku usaha.

Pada bulan Juni 2020, Bank Indonesia memberikan discount pada pelaku usaha yang menggunakan QRIS dari mulanya 0,75% transaksi menjadi 0% (Fahmi, katadata.co,id) . Karena di masa pandemi Covid-19 ini transaksi merchant menurun, sehingga Bank Indonesia melakukan pembebasan tarif potongan untuk meringankan beban merchant agar tetap dapat beroperasi sehingga perekonomian masyarakat juga tetap dapat berjalan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun