Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sebenar-benarnya Akses Energi

2 Maret 2018   15:16 Diperbarui: 2 Maret 2018   16:29 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dulu ya setelah gelap, tidak ada kegiatan, Bu. Susah juga untuk saya jika ada warga yang membutuhkan bantuan kesehatan, lampu petromaks dan pelita tak cukup terang," Bidan Marlin bercerita. Sebagai satu-satunya tenaga kesehatan di Desa Balurebong, Marlin menjadi rujukan semua masyarakat ketika mereka memerlukan bantuan kesehatan, tak hanya soal kehamilan dan kelahiran. Diakuinya, sulit memberikan layanan optimal ketika penerangan terbatas.

Desa Balurebong di Lembata, Nusa Tenggara Timur itu memang belum dialiri listrik. Beberapa tahun lalu desa ini menerima bantuan instalasi listrik surya atap rumahan dari pemerintah kabupaten. Instalasi yang hanya cukup untuk beberapa lampu dan satu colokan pengisi daya telepon genggam.

Balurebong hanyalah satu di antara ribuan desa di Indonesia yang belum beruntung mendapatkan akses listrik, setelah hampir 73 tahun negara ini merdeka. Berada di puncak sebuah bukit, Balurebong memiliki 4 dusun yang lokasinya berjauhan. Jaringan PLN sudah hendak menyentuh Balurebong, meski baru tiang pancangnya yang mulai terlihat di pinggir jalanan beraspal-berbatu-bercampur tanah yang menghubungkan desa itu dengan jalan kabupaten.

Marlin menaruh harapan besar bahwa listrik yang sebenar-benarnya listrik akan sampai di desanya segera.

"Sebenar-benarnya Listrik"

Sebagai seseorang yang besar di desa dan lahir ketika listrik sudah masuk desa, mulanya saya mengenal listrik sebagai penerangan saja. Tidak ada peralatan di rumah yang membutuhkan listrik selain lampu saat itu. Ketika zaman berubah pelan-pelan, mulailah saya mengenal listrik untuk televisi, untuk menyetrika, untuk menyalakan radio tape. Dari sana saya mulai paham, betapa listrik memegang peranan jauh lebih banyak dari sekadar terang.

Pemahaman Bidan Marlin agaknya serupa dengan pemahaman yang saya miliki. "Sebenar-benarnya listrik" mungkin terdengar aneh, utamanya bagi orang yang tak mengalami ketiadaan akses energi. Bidan Marlin tahu bahwa instalasi listrik surya atap rumahan yang terpasang di rumahnya hanya mampu menyediakan listrik dalam jumlah yang terbatas. Penerangan memang bisa membantunya bekerja lebih baik. Namun listrik yang bisa digunakannya untuk kegiatan lain, untuk peralatan kesehatan yang dimilikinya, atau untuk menunjang kegiatan belajar anaknya di sekolah adalah kemewahan yang saat ini belum dialaminya.

Listrik adalah kebutuhan dasar kita sebagai manusia modern, dan ironisnya, kebutuhan itu masih menjadi kemewahan bagi banyak saudara sebangsa kita.

Akses energi, termasuk listrik, adalah pendorong pembangunan, perekonomian, dan pendidikan. Kepercayaan ini mensyaratkan akses listrik yang bukan sekadar lampu saja, melainkan listrik berkualitas yang mampu menjadi energi untuk melakukan beragam aktivitas produktif.  Penyediaan air dengan pompa membuat perempuan dan anak-anak memiliki waktu lebih banyak untuk kegiatan lainnya, penggunaan alat-alat produksi berlistrik dapat memangkas waktu  dan tenaga yang dikeluarkan secara lebih signifikan, penggunaan media elektronik juga meningkatkan kualitas komunikasi dan penyebaran informasi.

Pendidikan, elemen penting dalam pembangunan kualitas manusia, juga dipengaruhi oleh akses energi. Tidak adanya penerangan yang memadai membuat anak-anak sulit untuk belajar dan membaca di rumah. Selain tidak efisien, pelita dan lampu minyak tanah dapat mempengaruhi kesehatan karena menyebabkan polusi dalam ruangan. Dengan adanya listrik, informasi menjadi lebih tersebar dengan penggunaan komputer dan beragam alat multimedia lainnya. Listrik dinilai memberikan dampak positif pada peningkatan kualitas pendidikan serta menjadi salah satu faktor pendorong yang meningkatkan kemungkinan siswa untuk tinggal di sekolah. Keberadaan listrik memperluas kesempatan untuk pendidikan yang lebih layak, lebih komprehensif, dan lebih terbuka.

Dan tentunya akses listrik tidak bisa memberikan manfaat maksimal ketika tidak tersedia secara penuh. Jawa dan kota, si anak istimewa, bisa merasakan listrik selama 24 jam. Namun masih banyak daerah tersambung listrik di Indonesia yang hanya bisa menikmati listrik selama 12 jam, 8 jam, bahkan 4 jam saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun