Mohon tunggu...
Citraa Maulidaa
Citraa Maulidaa Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Setiap orang memiliki proses yang berbeda

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Inilah Pesan Lombok di Dinding Borobudur

19 April 2022   06:58 Diperbarui: 20 April 2022   03:40 1022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ditulis oleh Buyung Sutan Muhlis, Pengajar di Universitas Nahdlatul Ulama(UNU) NTB, sumber foto: Tahir Royaldi.

Berbagai sejarah yang ditinggalkan oleh Lombok dengan masanya, seperti kisah penulis Buyung Sutan Muhlis. Di dinding candi Borobudur terpahat sebanyak 2.672 panel relief. Terbagi menjadi dua kelompok, yaitu 1.460 panel cerita dan 1.212 panel dekoratif. Dari kelompok panel relief yang disebut terakhir, 226 diantaranya adalah relief alat musik. Alat-alat musik tersebut terbagi menjadi empat jenis, masing-masing idiofon berupa kentongan dan kerincingan, membranofon atau jenis gendang, alat musik dawai atau senar yang lazim disebut kordofon, dan instrumen tiup atau aerofon.          

Dengan cukup banyaknya alat musik yang ditampilkan, mencerminkan kesenian telah berperan pada peradaban Jawa Kuno 13 abad silam saat candi Borobudur dibangun. Beragamnya peralatan tersebut juga gambaran masyarakat yang telah mengenal pagelaran musik menggunakan instrumen yang tak hanya berasal dari Pulau Jawa.


Satu dari 226 perangkat musik itu datang dari Lombok. Masyarakat Suku Sasak menyebutnya penting. Bentuknya mirip dayung. Alat musik petik disebut juga gambus Sasak dan di luar Lombok ada yang menyebutnya penting  ini memang terkait erat dengan kehidupan masyarakat pesisir.

"Dayung itu dipasangi tali pancing. Jadi bahannya semua dari perlengkapan yang dimiliki nelayan. Di waktu senggang mereka memainkannya," kata etnomusikologis MA Nur Kholis, SR, S.Sn, M,Sn.

Pengajar di Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) NTB ini beberapa waktu lalu telah mendaftarkan penting di Kemenkumham RI. Dari institusi ini, di akhir tahun 2020, penting akhirnya memperoleh suaka hukum sebagai warisan budaya dan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Suku Sasak.

Alat musik itu pula yang dimainkan Kholis di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Juni tahun lalu. Di acara konferensi internasional Sound of Borobudur bertajuk "Music Over Nations: Menggali Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa Melalui Musik" yang dilaksanakan secara daring ini, ia berkolaborasi dengan beberapa seniman nasional, diantaranya gitaris Dewa Bujana dan penyanyi Trie Utami.

Di luar Indonesia, ada 10 negara mengikuti kegiatan tersebut, masing-masing Vietnam, Filipina, Laos, Myanmar, Taiwan, Jepang, China, Amerika, Italia, dan Spanyol. Melibatkan tokoh dan akademisi musik Indonesia dan mancanegara, diantaranya komposer musik Addie MS dan pakar etnomusikologi Profesor Emerita Margaret Joy Kartomi AM FAHA, Guru Besar di Sir Zelman Cowen School of Music and Performance Monash University, Australia.

Menurut Addie MS, Sound of Borobudur menjadi sangat relevan untuk menjawab situasi krisis global saat ini. "Khususnya dalam perspektif membangun musik lingua franca komunikasi antarbangsa," ujarnya.

Dia mengutip sejarawan dan arkeolog Dwi Cahyono yang menyebutkan ada 40 panel relief Borobudur yang menggambarkan kegiatan ansambel. "Ini berarti, kegiatan bermain musik bersama sudah dipentaskan sejak 13 abad yang lalu," katanya dengan kagum.

Dan, alat musik dari Lombok bernama penting itu menjadi penting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun