Saat puasa ramadan, seorang mukmin menjalani ritual ibadahnya adalah tidak makan dan minum di siang hari. Ritual ini dijalankan selama satu bulan penuh. Hal ini menunjukkan bahwa lapar dan dahaga menjadi langkah penting yang harus dilalui untuk mencapai tujuan puasa.
Perintah berpuasa dengan prosesi demikian tentu ada tujuan. Yang pasti ada korelasi dengan tujuan diwajibkannya berpuasa yaitu agar orang beriman menjadi orang bertaqwa. Maka, ada beberapa hal yang perlu diketahui berkaitan korelasi antara lapar-dahaga dengan predikat taqwa. Ulasan berikut antara lain:
Lapar dan dahaga secara fisik akan berfungsi menstabilkan dan menyeimbangkan proses metabolisme organ-organ tubuh. Pada saat berpuasa, pada siang hari, kinerja organ berkurang secara signifikan. Kondisi demikian secara fisik berdampak positip untuk kesehatan.
Sehingga ketika seorang mukmin berpuasa satu bulan penuh, secara fisik tubuhnya mencapai keseimbangan. Kondisi demikian memberikan pelajaran kepada seorang yang berpuasa agar tidak berlebihan dalam makan dan minum. Kontrol diri secara fisik merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam pengendalian jiwa. Pendek kata, pengendalian jiwa juga dapat dipengaruhi oleh pengendalian diri dalam hal makan dan minum.
Orang yang bertaqwa adalah orang yang secara fisik dapat mengontrol dirinya dalam memenuhi kebutuhan fisiknya. Makan dan minum sesuai kebutuhan, bukan berdasar keinginan. Oleh sebab itu, sangat relevan apabila lapar dan dahaga dijadikan sarana penting dalam mencapai tujuan puasa yaitu menjadi orang yang bertaqwa.
Dalam konteks demikian, maka salah satu profil orang yang bertaqwa adalah orang yang mampu mengontrol dirinya dalam makan dan minum. Sekali lagi, makan dan minum sesuai kebutuhan, bukan menuruti keinginan. Kalau memenuhi berdasar kebutuhan itu bukan dorongan nafsu, sedangkan memenuhi keinginan dorongannya adalah nafsu.
2) Aspek Kesehtan Psikologis
Manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhan primernya. Salah satu kebutuhan tersebut adalah makan dan minum. Kebutuhan ini merupakan ikhtiar manusia mempertahankan hidupnya. Maka, ketika manusia belum berhasil, bahkan gagal memenuhi kebutuhan ini; manusia berada dalam titik yang memprihatinkan, kritis dan menguras perasaan. Sebab dalam kondisi ini manusia berada dalam titik bawahnya.
Pada kondisi demikian, seorang mukmin yang berpuasa dilatih mengasah jiwanya untuk mengendalikan dirinya tetap digaris kebenaran, tetap mengedepankan kesabaran, keikhlasan dan kontrol diri terhadap ucapan dan tindakan yang bertentangan dengan kebenaran.