Puasa tidak saja menyehatkan fisik bagi pelakunya. Namun puasa juga dapat membawa dampak bagi kesehatan mental. Bedanya, pada capaian kesehatan mental diperlukan faktor pendukung yang relefan dengan tujuan puasa.
Apabila seseorang puasa, kemudian tidak makan dan tidak minum; saat itu organ tubuh beristirahat dalam melakukan fungsinya. Apalagi puasa dilakukan dalam kurun satu bulan, maka dampak kesehatan secara fisik akan dirasakan setelah kegiatan puasa dilakukan. Namun untuk kesehatan mental diperlukan adanya ikhtiar secara personal secara menyeluruh.
Walaupun prosesnya sama semua itu tidak terjadi secara serta merta pada kesehatan mental. Dampak puasa secara mental harus diikuti oleh aspek-aspek mentalitas yang harus bergerak seiring dengan terapi mental yang sedang dijalani. Aspek-aspek tersebut antara lain:
1) Konstruksi niat
Kuat dan tidaknya konstruksi niat sangat berpengaruh pada berhasil dan tidaknya perbaikan mental melalui puasa. Ketika seorang mukmin sedang berpuasa, sudah muncul niatan yang kuat untuk mengendalikan emosinya, sangat mungkin puasa yang dijalani akan berhasil membawa tujuan perbaikan emosionalnya. Walaupun prosesnya tetap berjalan secara bertahap. Oleh sebab itu konstruksi niat menjadi faktor penting dalam menjadikan puasa yang dijalani sebagai terapi atas kesehatan mentalnya.
2) Kesadaran
Tinggi dan rendahnya kesadaran tentang "penyakit mental" pada diri seorang mukmin juga akan berpengaruh pada berhasil dan tidaknya menjadikan puasa sebagai terapi masalah mentalnya. Ketika kesadaran tentang penyakit-penyakit mental yang dimiliki tinggi, maka puasa yang dilakukan bisa berpengaruh pada perbaikan kesehatan mental. Sebaliknya, apabila seorang berpuasa tidak mempunyai kesadaran tentang kondisi kesehatan mentalnya, rasa-sasanya juga sulit akan mewujudkan kesehatan mentalnya.
Mentalitas berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan yang kompleks. Kondisi masing-masing orang memiki kesehatan mental yang berbeda. Sikap yang temperamen, kasar, arogan, sombong, sewenang-wenang, tamak, boros, suka pamer, mudah marah, dll adalah contoh-contoh adanya aspek kejiwaan yang pasti dimiliki seseorang. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada mentalintasnya.
Oleh sebab itu, kesadaran tentang kesehatan mental apa yang dianggap masalah dan ingin diperbaiki melalui puasa; itu merupakan faktor besar yang berpengaruh pada berhasil dan tidaknya puasa agar berdampak pada kesehatan mentalnya.
Mengingat "kesadaran" merupakan salah satu skill jiwa, maka diperlukan keberanian mencoba dan langkah pembiasaan secara terus menerus. Sebab skill tanpa diimbangi dengan langkah-langkah mencoba dan membiasakan, dapat dipastikan akan gagal membangun kesehatan mental. Sehingga puasanya hanya akan berdampak pada sehat badani semata.