Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Guru - Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Masa Pensiun, Peluang Tinggalkan Gravitasi Bumi Menuju Gravitasi Ilahi

10 Agustus 2021   14:30 Diperbarui: 10 Agustus 2021   16:59 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.goodnewsfromindonesia.id

Pensiun semestinya melepaskan gravitasi bumi yang pernah dicintai menuju suasana baru yang lebih hakiki. Mengapa? Sebab sudah sekian puluh tahun kita sibuk dengan pekerjaan, seakan kita ini hanya hidup di bumi ini semata. Kita se akan lupa bahwa dalam hidup ini perlu juga adanya gravitasi Ilahi. Suatu kondisi yang mampu menarik hati, pikiran dan raga ini fokus meniti jalan Ilahi Robbi.

Realita yang muncul dari dua gravitasi tersebut, selama puluhan tahun kita lebih cenderung pada gravitasi bumi (orientasi dunia maksud saya), gravitasi ilahi (daya tarik pada nilai-nilai Ilahi) cenderung terlewatkan. Gravitasi ilahi biasanya hanya bersifat temporer, ceremonial, dan cenderung bersifat hiburan (refresing hati semata dan sementara). Belum mengarah secara maksimal pada penajaman hati yang disemai dengan nilai-norma ilahi. Apa sebabnya? Pekerjaan dan pekerjaan yang sering kita jadikan sebagai alasan.

Terus, apa yang harus dilakukan oleh para pensiunan? Tentu jawabnya banyak. Semua berpulang pada niat, semangat dan keinginan serta kemampuan masing-masing.

Fenomena yang muncul di tengah masyarakat terdapat aneka kegiatan yang dilakukan. Berkebun, beternak, buka usaha rumahan, renang, tenis, sepedaan, kulineran, bahkan ada yang sudah menyiapkan diri untuk "momong putu".

Berdasar amatan penulis, berkebun (menanam sayur, dll), beternak, buka usaha rumahan menjadi opsi yang paling banyak dipilih oleh para pensiunan. Setidaknya fenomena tersebut terjadi di sekitar daerah penulis.

Apa ada yang salah dari kegiatan tersebut? Tentu tidak ada. Sebab semua kegiatan tersebut mempunyai nilai positif untuk mengisi waktu agar bermanfaat. Sehingga bisa mengusir kepenatan dan kebosanan. Itu semua dilakukan agar "syndrome" pekerjaan bisa teralihkan pada hal-hal yang positif.

Namun yang harus dicermati semua itu masih bernuansa "duniawi". Kegiatan sejenis (hanya beda waktu) sudah kita lakukan selama kita bekerja. Ada unsur prinsipiil dalam diri ini yang sering ditinggalkan saat bekerja. Prinsip itu yang sering membuat hidup tidak nyaman, gelisah, tidak pernah merasa puas. Bahkan tidak sedikit yang menjadikan pekerjaannya sebagai symbol kesombongan, pamer popularitas. Ada juga secuil cerita dengan pekerjaannya membodoh-bodohkan orang lain, merendahkan orang lain, dll.

Haruskah masa pensiun masih berjuang di zona itu? Sekali lagi jawabnya tidak apa-apa. Namun semestinya kegiatan itu tidak lagi menjadi prioritas. Terus, apa yang semestinya menjadi prioritas masa pensiun? Jawabnya menurut saya adalah menuju gravitasi ilahi, agar dapat menumpuk bekal sebanyak-banyaknya guna kehidupan akhirat. Langkah ini sebagai ganti rugi akibat kita sering menganggap gravitasi Ilahi yang sering ditinggalkan. Di sisi lain dalam upaya bersikap adil dalam memosisikan diri sebagai zat ciptaan kepada sang penciptanya (sang Khaliq).

Mari kita merenung sejenak dengan pijakan nurani. Berapa persenkah tautan diri ini pada gravitasi Ilahi, saat kita berasyik masyuk dengan kerja kita? Seberapa persen kita mengasah hati ini dengan sentuhan dan penyemaian nilai-nilai kebenaran Ilahi? Seberapa persen kita mengingat bahwa kita zat yang diciptakan yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban?

Kiranya kita sepakat bahwa persentase kita mengingat, mendekatkan diri, membangun kualitas interaksi dengan zat pencipta sang Ilahi Robbi jauh lebih sedikit dibanding memori dan daya ingat kita pada pekerjaan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun