Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Guru - Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hati-hati dengan "Hati" Kita

22 Juni 2021   09:40 Diperbarui: 22 Juni 2021   10:23 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapapun manusianya mempunyai hati. Komponen ini bersifat universal dan tidak mengenal identitas kelompok apapun. Apakah rasnya Kaukasuid, Negroid, Mongoloid atau yang belum diketahui kelompok rasnya, semua mempunyai komponen jiwa yang disebut dengan hati.

Mengapa kita harus hati-hati dengan "hati"? Sebab di hati kita terdapat kristal-kristal nilai kehidupan. Baik kristalnya kasar atau lembut, hitam, putih atau campuran, semua bersemayam di hati. Kristal-kristal dengan segenap bentuk dan warnanyalah yang akan mempengaruhi ucapan, sikap, perilaku dan tindakan kita.

Maka hakikinya manusia diberi tugas untuk hati-hati dengan hatinya. Sebab hati kita adalah cermin ucapan, sikap/perilaku dan tindakan kita. Pendek kata hati kita adalah cermin kepribadian kita. Selanjutnya kepribadian kita akan tercermin dari ucapan, sikap, perilaku dan tindakan yang kita lakukan.

Apa yang harus kita lakukan dengan sikap hati-hati dengan hati kita? Yang harus kita lakukan adalah mencerdaskan hati. Mengapa hal tersebut perlu dilakukan? Jawabnya agar hati kita tidak sakit. Memangnya kenapa kalau hati kita sakit? Kalau hati kita sakit, bahayanya tidak hanya diri kita, namun orang lain juga akan terkena dampaknya.

Dengan landasan apa agar hati kita bisa dicerdaskan? Landasan yang utama adalah kitab suci. Sebab di dalam kitab sucilah esensi moralitas (akhlaqul karimah) itu diajarkan. Maka orang yang memiliki kecerdasan hati, orang tersebut tentu akan berhasil membangun hubungan harmonis secara horizontal dengan sesama makhluk. Selain itu juga mempunyai hubungan yang harmonis secara vertical kepada ilahi robbi.   

Hati yang cerdas ketika dimiliki oleh orang miskin, akan mengantarkan kemiskinannya pada kebahagiaan dunia sampai akhirat. Mengapa? Sebab orang miskin tadi memahami benar bahwa tugas manusia adalah berusaha secara maksimal.  Tuhan tidak akan menanyakan berapa banyak yang diperoleh dari usahanya? Yang ditanyakan adalah sejauh mana upaya yang sudah dilakukan.

Dengan langkah tersebut orang miskin akan tetap merasa bahagia tidak hanya dunia namun sampai juga di akhirat. Apalagi di akhirat, lebih cepat prosesnya Sebab tidak akan ditanyakan dari mana kekayaannya dan digunakan untuk apa kekayaannya?

Hati yang cerdas ketika dimiliki oleh orang kaya, orang tersebut tidak menjadikan kekayaannya sebagai simbol kesombongannya. Sebab yakin penuh bahwa kekayaannya akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hari akhir. Maka orang kaya yang cerdas hatinya, kekayaannya akan dinikmati oleh banyak orang dengan landasan keikhlasan (hanya semata-mata karena Allah), bukan karena makhluknya.

Demikian juga hati yang cerdas ketika dimiliki oleh pemimpin, maka rakyat yang dipimpin akan merima ketentraman dan kebahagiaan. Sebab pemimpinnya akan menggunakan kekayaannya untuk mengangkat derajat rakyat yang dipimpin dengan berbagai cara.

Begitu juga ketika pendidik mempunyai hati yang cerdas. Maka muara dan orientasi layanan pembelajaran akan diarahkan pada tiga ranah yang seimbang (kognitif, afektif dan ranah keterampilan). Tidak hanya itu, orientasi layanannya akan diarahkan pada pembekalan kesuksesan dunia sampai akhirat.

Jadi, marilah kita berjuang mencerdaskan hati kita. Semoga bermanfaat!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun