Beberapa fakta penting yang membuat "duka lara" rakyat Ngawi yang perlu diungkap untuk memberikan sentuhan testimoni  "nilai-nilai kebangsaan" antara lain:
1) Praktik Kerja Rodi (Paksa)
Bangunan semegah itu pasti membutuhkan banyak tenaga manusia. Tidak mungkin Belanda menggunakan tenaga Eropa untuk mengerjakan bangunan semegah itu.Maka dapat dipastikan bahwa tenaganya diambil dari rakyat Ngawi. Dengan demikian untuk "proyek ambisius" tersebut ranyat Ngawi pasti dijadikan sebagai penyangga utama. Kerja Rodi (paksa) tentu akan menjadi jalan hidup yang harus dilalui. Hal tersebut tentu menjadi pemandangan sehari-hari selama kurang lebih 7 tahun.
Apalagi Sistem Tanam Paksa juga sudah dijalankan. Ngawi termasuk salah satu wilayah di Jawa yang juga berkewajiban melaksanakan kebijakan pemerintah Belanda. Sistem Tanam Paksa juga membutuhkan banyak pekerja. Sehingga beban ganda akan dipikul oleh rakyat Ngawi guna mendorong keberhasilan proyek-proyek kolonial. Hukuman berupa bentakan, caci maki, celaan kepada para pekerja rodi akan menjadi pemandangan sehari-hari. Bahkan pemukulan, cambukan siksaan pada saat melakukan pekerjaan yang dianggap tidak tepat; juga akan menjadi pelengkap "duka lara" masyarakat kecil (rakyat) Ngawi pada saat itu.
Belum lagi sikap arogansi elit lokal baik "lurah" maupun "bupati" yang diperalat bahkan dipaksa berkianat Belanda juga melengkapi penderitaan rakyat pada saat itu.
2) Terjadi proses "dehumanisasi" yaitu perilaku atau proses yang merendahkan seseorang dan hal lainnya. Atau Setiap tindakan atau pikiran yang memperlakukan seseorang dengan kurang manusiawi dapat disebut sebagai tindakan dehumanisasi (https://id.wikipedia.org/wiki/Dehumanisasi)
Praktik dehumanisasi (baca:Tindakan keji) dapat dilihat berdasar bukti-bukti yang ada. Di benteng tersebut terdapat dua bangunan yang bisa dijadikan bukti (saksi bisu) praktik kekejian pemerintah kolonial terhadap rakyat Ngawi (khususnya) dan pejuang bangsa kita.
a) Terdapat bangunan makam KH Nursalim
Adanya makam di dalam benteng tersebut selain menjadi keunikan tersendiri, tetapi juga menunjukka adanya praktik keji pemerintah Belanda terhadap pejuang kita yang bernama KH Nursalim.
Menawan, menahan/memenjarakan dan memberikan hukuman kepada lawan yang kalah merupakan hal yang mesti terjadi dalam setiap peperangan. Tetapi menangkap musuh dan mengubur hidup-hidup musuh itu suatu "kebiadaban" dan Tindakan keji. Praktik demikian dapat diungkap di benteng Van Den Bosh.Pada waktu penulis berkunjung di benteng tersebut juga sempat melihat adanya makam di sana. Namun belum mengetahui bahwa makam tersebut adalah bukti kebiadaban Belanda terhadap pejuang kita.