Mohon tunggu...
Cintya Asti Pratiwi
Cintya Asti Pratiwi Mohon Tunggu... Freelancer - Profil Pribadi

a learner

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Peran Jokowi dan Pemerintah dalam Kasus Wamena Dilihat dari Sudut Pandang Teori Psikologi Politik

22 Oktober 2019   23:51 Diperbarui: 23 Oktober 2019   00:43 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kerusuhan di Wamena yang terjadi pada tanggal (23/09) meninggalkan luka yang cukup mendalam bagi masyarakat sekitar. Bagaimana tidak, kerusuhan yang disinyalir akibat kesalah pahaman dari perkataan seorang guru di SMA Wamenwa membawa sebuah petaka dengan tewasnya 30 orang yang terdiri dari warga lokal dan warga pendatang. Akibat kerusuhan itu terdapat sekitar 8.200 orang yang mengungsi di sejumlah tempat pengungsian dan belum lagi ratusan orang yang meninggalkan kota Wamena. Hal tersebut di perpawah dengan banyaknya beredar hoax serta suasana yang masih panas akibat kerusuhan di Surabaya beberapa minggu silam yang juga melibatkan mahasiswa di apua dengan aparat keamanan.

            Kerusuhan ini tentunya berdampak ke segala aspek kehidupan di Wamena mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga perekonomian. Banyak toko yang tutup karena takut ada yang menjarah serta takut ada beberapa toko lainnya yang di rusak oleh sekelompok massa. Jajaran pemerintah serta aparat juga mengambil langkah cepat dalam kasus ini, selain mennurunkan tim ke Wamena, pihak pemerintah dan aparat kemanan berusaha memberikan keterangan ke masyarakat luas bahwa ini awalnya hanya salah paham yang kemudian di perparah dengan hoax -- hoax yang beredar. Langkah cepat yang di ambil oleh jajaran tersebut tak terkecuali Presiden Jokowi.  Beliau juga memberikan pendapat pandangannya di laman instagramnya tentang kasus Wamena tersebut, beliau meminta untuk masyarakat agar tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh berita di media yang belum tentu benar adanya.

            Jika dilihat dari sudut pandang psikologi politik peran media sangatlah kuat dalam kasus kerusuhan ini. Media dianggap memainkan suatu peran penting dalam proses penyiapan, karena media menentukan isu isu mana yang hadir pada bagian terdepan. Di dalam sorotan media peran jajaran pemerintah serta Presiden Jokowi masih kurang proaktif untuk kasus sebesar ini, masyarakat menilai warga Papua membutuhkan perhatian yang lebih serius agar berkurangnya diskriminasi yang berujung dengan kerusuhan yang berunsur isu SARA. Selama ini, pemerintah dinilai hanya membangun fasilitas fisik saja, tidak mencoba membangun hubungan yang baik dengan masyarakat Papua karena bagaimanapun Papua adalah bagian dari Indonesia juga.

            Dalam memproses informasi yang di suguhkan media untuk masyarakat peran emosi sangat berpengaruh disini dimana emosi memiliki peran ganda. Yang pertama emosi membentuk sistem disposisi yang mempengaruhi respons terhadap situasi normal. Bentuk disposisi yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah adalah sebuah kekecewaan karna menganggap pemerintah tidak serius dalam menangani kasus Wamena. Kemudian yang kedua yaitu peram emosi dalam menjalankan suatu peran pengawasan, menyiagakan terhadap situasi baru yang mengancam. Kasus Wamena ditakutkan masyarakat luas menjadi sumbu baru untuk kemungkinan masalah yang akan terjadi di masa mendatang. Hal tersebut di anggap begitu karena jika kasus ini tidak diselesaikan dengan baik di khawatirkan akan melebar kemana -- mana sehingga makin menyudutkan posisi Papua yang sudah dari zaman dahulu mendapat perlakuan berbeda dari daerah lain di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun