Mohon tunggu...
Cinta Negriku
Cinta Negriku Mohon Tunggu... -

saya adalah pecinta NKRI

Selanjutnya

Tutup

Politik

‘Ada Udang’ di Balik Kuis Kebangsaan dan Indonesia Cerdas

27 Februari 2014   23:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:24 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo mendeklarasikan diri sebagai pasangan calon presiden (capres) –cawapres dari Partai Hanura dan aktif melakukan kampanye, muncul beberapa acara di stasiun TV di bawah payung MNC Group. Kita tahu, Hary Tanoe adalah bos besar MNC Group, sehingga bisa bebas memanfaatkan media yang  berada di bawah kendalinya.

Ada dua program yang selalu menghiasi layar kaca, yaitu Kuis Kebangsaan (RCTI) dan Indonesia Cerdas (Global TV).  Untuk kuis kebangsaan, bahkan tidak hanya muncul di satu segmen acara. Karena kedua acara tersebut kental dengan pesan-pesan berbau kampanye, Komisi Penyiaran  Indonesia (KPI) bertindak. Pada Kamis 20 Februari lalu, KPI melakukan sidang khusus di kantornya dan memutuskan untuk menghentikan sementara acara Kuis Kebangsaan di RCTI dan Kuis Kebangsaan di Global TV. Dalam sidang khusus tersebut, pihak RCTI dan Global TV tidak hadir, meskipun sudah diundang.

Keputusan KPI yang menghentikan kedua acara tersebut dianggap tepat oleh sejumlah kalangan. Meskipun MNC Group sendiri membantah bahwa program itu tidak disetting untuk kampanye, namun kenyataannya, karena mengusung slogan WIN-HT yang merupakan singkatan dari Wiranto-Hary Tanoe, sudah tepat kalau KPI memberikan sanksi. Suka atau tidak suka, diakui atau tidak diakui, sangat jelas terlihat bahwa acara Kuis Kebangsaan dan Indonesia Cerdas merupakan kampanye terselubung WIN-HT. Apalagi, dalam acara tersebut juga diikuti embel-embel tagline ‘Bersih, Peduli dan Tegas’.

Memasuki masa-masa panas menyambut Pemilu 2014, KPI memang harus tegas. Seperti kita tahu bahwa ada sejumlah media yang dimiliki oleh elit politik. Misalnya, Surya Paloh memiliki Media Group, sementara Aburizal Bakrie (ARB) atau Ical juga dikenal sebagai penguasa media. Keberadaan para politisi tersebut sebagai pemilik modal, sangat mungkin terjadi penyetiran terhadap media. Kita bisa lihat dari porsi tayangan dan pemberitaan, dimana si pemilik modal, pasti mendapatkan tempat, serta durasi yang lebih lama.

Dari kacamata bisnis,  sah-sah aja, ketika seorang pemilik atau owner ingin eksis atau narsis di medianya. Siapa yang bisa melarang pemilik modal untuk tampil di medianya sendiri? Seorang Pemimpin Redaksi pun tidak akan kuasa menolak perintah ‘sang pemilik’. Namun, kita harus memahami bahwa salah satu fungsi media adalah menyebarkan informasi yang berimbang kepada masyarakat. Sebuah media juga harus independent, lepas dari intervensi dan kepentingan apapun.

Berangkat dari idealisme media (pers) dan prinsip-prinsip jurnalistik secara umum, intervensi pemilik atas dasar kepentingan pribadi dan politik, tentu tidak dibenarkan. Intervensi tersebut bisa mengubah idealisme media. Unsur obyektifitas media akan tercemari oleh intervensi-intervensi kepentingan.

Untuk itu, KPI harus jeli dan tegas dalam menyikapi  persoalan, terkait fungsi media, khususnya media elektronik. Apalagi saat ini belum musim kampanye, sehingga sangat memungkinkan adanya pencurian start kampanye di media oleh ‘sang pemilik’.  Jangan sampai ‘ada udang’ di balik acara ini dan itu.

Kalau sampai terjadi pembiaran-pembiaran, sama saja KPI telah ikut menciderai pesta demokrasi yang adil, jujur dan bersih.(***)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun