Mohon tunggu...
Sisisudut.co
Sisisudut.co Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pencarian Pencerahan Pembebasan

Tetaplah terbit walau yang kita sinari tangine kawanen🌥️

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Jeratan Ekonomi Masyarakat Desa

18 September 2022   23:36 Diperbarui: 18 September 2022   23:47 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber:Maxmanroe.com

Romantisme desa tidak akan terlepas dari unsur sosial dan budayanya. Rasa memiliki  satu sama lain dan kebersamaan sangatlah kental dirasakan oleh masyarakat desa. Hal ini terjadi akibat dalam satu lingkup desa memiliki akar keluarga yang sama. Sehingga tidak heran apabila kebersamaan sangatlah kental dijalankan oleh masyarakat di suatu pedesaan. Hal ini juga terdapat pada aspek perekonomian yang dijalankan oleh masyarakat desa.

Ekonomi merupakan unsur penting bagi kehidupan manusia. Tanpa adanya perekonomian yang baik, keberlangsungan kehidupan manusia akan terpengaruhi. Berbicara mengenai ekonomi, esensi perekonomian adalah untuk  kemakmuran. Namun dalam praktiknya ekonomi sering dijadikan sebagai alat untuk kepentingan pribadi.

Dalam masyarakat desa konsep ekonomi yang dibangun adalah ekonomi kekeluargaan. Dimana dalam praktiknya roda perekonomian masyarakat desa dijalankan atas dasar rasa saling tolong menolong yang tinggi dimiliki oleh masyarakat desa. Misalnya seorang warga yang sedang memiliki hajat (mantu) misalnya akan menyerahkan segala keprluan kepada salah satu pengendali ekonomi (pemilik warung)  di desa tersebut.

Namun, rasa saling tolong menolong ini acap kali digunakan sebagai alat untuk memperkaya diri sendiri (oleh pemilik modal). Dalam pembayaran kepeluan tersebut biasanya dilakukan setelah hajatan selesai dilaksanakan. Apabila pembayaran tersebut masih ada kekurangan, maka akan diangsur ketika masyarakat memiliki uang, biasanya tidak terikat waktu pembayaran, asalahkan hutang tersebut dibayarkan sedikit demi sedikit.

Sistem ekonomi seperti ini sudah sangat lazim berjalan bertahun-tahun, terutama berbasis di masyarakat desa pengunungan. Lebih tepatnya di daerah pedalaman jawa tenggah. Dalam sistem pembayaran tersebut, biasanya masyarakat membayarnya dengan hasil bumi yang dihasilkan, seperti kopi, cengkih dan gula aren.

Masyakat akan membawa hasil panenya kepada pemilik warung yang dihutangi, dan ini akan belangsung lama sampai hutang tersebut berhasil lunas. Padahal harga beli (atas hasil panen)  pemilik warung cenderung lebih murah dibanding harga di pengepul pengepul besar.

Sistem seperti ini sebenarnya sangatlah menjerat masyarakat. Hal ini terjadi akibat masyarakat akan merasa berdosa ketika tidak tidak membawa hasil panenya kepada warung-warung yang sering dihutangi. Sehingga ketergantungan seperti ini telah mengakar di mainsed masyarakat.

Yah, memang masyarakat desa masih jauh dari kungkungan kapitalisme modern, seperti Bank dan lain sebagainya, namun kapitalisme ala warung pedesaan sebenarnya telah membuat kungkungan ekonomi yang sangat sulit untuk dilepasakan. Karena masyarakat desa tidak akan menjual hasil panenya keluar daerah dengan harga yang lebih tinggi, karena takut dengan pemilik warung yang selama ini menghidupi. Takut untuk tidak dihutangi lagi kedepanya.  

Islam muncul sebagai sebuah kekuatan besar dalam masyarakat yang berada dibawah kuasa kaum borjuis. Namun bagi Asghar Ali Enginer dalam bukunya Islam dan Teologi Pembebasan, dalam ayat-ayat suci Al-Qur'an perekonomian harus didasari suatu konsep yang berkeadilan. 

Kata kunci dalam maslaah ini adalah 'adl dan ihsan di satu sisi dan disisi lain adalah mustad'afin. Masyarakat islam yang ideal haruslah didasarkan pada nilai-nilai kebaikan serta ketiadaan eksploitator yang angkuh yang disebut dengan istikbar, karena mereka mengeksploitasi mustad'afin yang mempunyai sifat taqwa dan wahdah. 

Konsep ekonomi yang dibangun oleh masyarakat islam haruslah mengedepankan konsep keadilan. Dari keadilan inilah kemakmuran serta kesejahteraan akan terbangun antar umat manusia. Entak itu sebagai borjuis maupun sebagai kaum proletar. Namun, hal demikian pastilah sulit diterapkan bagi masyarakat yang sudah terjerumus kepada ketamakan.  

Hal yang masih bisa dilakukan adalah mencoba meminimalisir praktik perekonomian yang mengeksploitasi masyarakat. Entah posisi sebagai pembeli maupun posisi kita sebagai pedagang. Sebagai pembeli jangan kemudian semena-mena merasa menjadi raja karna kita memiliki uang, namun sebaliknya meninggikan rasa keadilan adalah kuncinya. Sedangkan dalam posisi penjual jangan merasa bahwa kita dapat menentukan harga semau kita, prinsip ekonomi  adalah tukar menukar barang, sehingga kita merasa bisa berbuat semena-mena terhadap pembeli.

(fahrurrosin/Red/)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun