Lebaran seharusnya menjadi momen yang penuh kehangatan dengan saling memaafkan, mempererat silaturahmi, dan memperbarui rasa kedekatan dengan keluarga besar yang sudah lama tidak bertemu. Tapi belakangan ini, terutama di kalangan anak muda atau Gen Z, suasana itu justru berubah jadi sumber stres yang terselubung.Â
Banyak dari mereka datang dan kumpul keluarga dengan energi sosial yang cepat sekali habis. Tak sedikit pula yang memilih untuk hanya diam, menghindari pembicaraan panjang, atau bahkan "bersembunyi" di balik layar ponsel. Sekilas terlihat seperti sikap dingin. Tapi benarkah demikian?
Sesungguhnya ini adalah gejala yang lebih dalam dan sangat manusiawi yang berkaitan erat dengan dua hal psikologis, yaitu kelelahan sosial (social energy depletion) dan kesulitan mengungkapkan isi pikiran di lingkungan yang tidak lagi terasa akrab atau nyaman.
Antara Basa-Basi dan Beban Emosional
Salah satu penyebab terbesar dari rasa kelelahan ini adalah ketidaksesuaian frekuensi komunikasi.Â
Banyak Gen Z merasa sudah berkembang dalam lingkungan yang berbeda nilai, referensi, dan cara pandang dibandingkan sanak saudara yang jarang mereka temui.Â
Ketika akhirnya bertemu saat Lebaran, percakapan yang muncul justru sering terjebak dalam basa-basi klise seperti "Kapan lulus?", "Sudah kerja di mana?", "Kapan nyusul nikah?", dan seterusnya. Pertanyaan yang berulang ini mungkin dimaksudkan sebagai bentuk perhatian, tapi kerap terasa invasif bagi yang mendengarnya.
Dalam psikologi sosial, ini disebut emotional dissonance.Â
Ketika apa yang kita rasakan bertentangan dengan apa yang harus kita tunjukkan. Kita mungkin merasa risih, tidak nyaman, atau bahkan tertekan, tapi tetap harus tersenyum dan menjawab dengan sopan demi menjaga harmoni.Â
Setiap percakapan seperti ini begitu menguras energi mental, karena otak kita harus terus bekerja memilah mana yang aman untuk dikatakan dan bagaimana menyesuaikan diri dengan ekspektasi sosial yang ada.
Mengapa Diam Jadi Pilihan Aman?
Banyak Gen Z yang sebenarnya punya banyak pikiran untuk dibagikan. Tentang keresahan masa depan, tentang dunia yang makin absurd, atau sekadar tentang apa yang mereka cintai dan yang sedang mereka perjuangkan.Â