Ya Tuhan, tiba-tiba aku menyayangi Eliz. Perjalanan Eliz di dunia, yang membuat mata orang lain iri rupanya menyayat hati Eliz dengan dalam.
"Satu hari aku pernah berdoa agar Prakoso segera mati. Aku ingin mencari bahagiaku sendiri."
"Dan Tuhan kabulkan?"
"Iya tapi terlambat."
"No Eliz ini adalah saat yang paling tepat. Jika saja dulu Tuhan kau kabulkan mungkin kau tidak akan memelukku seerat ini."
Eliz semakin erat memelukku, tangisnya pecah, suaranya hampir saja melolong seiring dengan emosi yang dia keluarkan. Kuusap kepala Eliz, kupeluk lebih erat lagi, dan aku meyakinkan Eliz bahwa semua akan baik-baik saja.
"Dru, kau masih muda dan aku yakin kau belum menikah. Baik-baik kau dengan Tuhanmu. Jangan kau debat Tuhan apapun caranya. Baik-baik kau dengan Ayah Ibumu, jangan kau bantah walaupun sedikit. Percayalah Dru tak ada yang dapat menyelematkanmu selain Tuhan dan tak ada yang membahagiakanmu selain ayah, ibu dan keluargamu sendiri."
"Hmm maaf Eliz. Apakah itu berlaku untuk semua orang yang berpasangan?. Jika seandaikan pasanganku kelak orang yang baik, bukankah aku akan bahagia?"
"Tolong kau pejamkan matamu, tutup sebentar telingamu dan kau panggil Tuhan serta alunkan beberapa ayat Al-Quran hingga jelas terdengar olehmu. Kau coba Dru, lalu kau bayangkan semua orang yang mencintaimu."
Tiba-tiba kepalaku pusing, terlalu banyak bayangan yang berebut ingin menjadi bagian dari yang aku pikirkan selama ini. Aku panggil Tuhan, aku ingin bicara, aku ingin memohon ampun namun dadaku rasanya sesak. Kutambah dengan panggil Ayah dan Ibu, jantungku berdegup kencang.
Ya Tuhan apa, aku akan mati?
Semakin pusing, semua memoryku seolah berlari satu persatu. Aku terduduk lemas.
"Dru, apa yang kau rasakan?"
"Aku tidak tahu Eliz. Aku pusing. Mungkin karena aku lapar dan haus."
"Kau berkeringat seperti itu. Kau paksa otakmu berpikir. Aku sekarang tahu tujuanmu kesini."
Kami bertatapan, Eliz tersenyum dengan sangat manis. Dia hapus keringatku dengan tangannya yang kasar namun menyisakan keindahan.
"Dru, aku tak akan melarang pikiran masa depanmu. Namun petiklah pesan dari kehidupanku. Kau yang mengetahui kebahagiaanmu sendiri. Bersyukurlah atas apapun yang Tuhan berikan."
"Aku bersyukur Eliz. Aku selalu bersyukur."
"Lalu untuk apa kau datang kemari. Aku tak mengenalmu. Kau hanya  penasaran dengan kisah cintaku bukan?"
"Ah Eliz. Aku jadi malu. Iya aku penasaran dengan kekuatan cinta yang mereka ceritakan, aku ingin sepertimu, yang selalu ingin sehidup semati dengan pasanganmu. Ternyata mereka keliru."