Mohon tunggu...
Cika
Cika Mohon Tunggu... Tutor - ...

No me gusta estar triste . Pecinta "Tertawalah Sebelum Tertawa Itu Dilarang" #WARKOP DKI . Suka menjadi pekerja tanpa melewati titik kodrat wanita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Manusia Sia-sia

21 Januari 2021   05:58 Diperbarui: 21 Januari 2021   06:02 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image by pixabay.com

"Ya, tentu saja. Memang menurutmu aku seperti berbeda keyakinan denganmu?. Tapi aku bukan muslim yang taat dan herannya aku malah mengalah untuknya. Kita semakin jauh dari Tuhan. Pernah suatu saat aku katakan pada suamiku, bahwa aku kesal di rumah, aku akan ikut tetangga mengunjungi masjid. Kau tahu jawaban suamiku?"
"Apa?"
"Buat apa ke masjid, aku tak ke masjid saja uangku banyak, apalagi kalau ke masjid, tak muat nanti dimasukkan ke rumah."

Ada genangan air mata yang siap untuk tumpah. Ah aku tak tega teruskan Eliz bercerita.

"Eliz, tidurlah. Kau lelah. Aku janji akan temani kau tidur. Yuk!"

"No, No kau harus dengar. Satu hari aku mendengar tentang satu hal, aku lupa persisnya, hanya isinya kurang lebih begini. Tuhan seolah menaikkan kamu satu tingkat, walau kamu tak beribadah. Padahal ini bukan berkah namun mungkin akan menjadi azab. "

"Itu namanya Istidraj, jika aku tak salah ya Eliz. Aku pun tak terlalu paham, namun kalau aku tak keliru, ini soal kenikmatan yang Tuhan berikan walau kamu jauh dari Tuhan. Kau akan diberi segala kesenangan hingga kau lupa Tuhanmu."

"iya betul sekali. Dan Tuhan mudah untuk membolak-balik. Hingga satu malam Prakoso dijemput polisi. Aku kaget. Prakoso terlibat Perjudian dengan teman-temannya, Kantor mengalami kerugian karena semua hasil bisnis Prakoso berakhir di meja judi. Aku marah. Aku minta kembali ke rumahku. Namun tak seorangpun mau terima aku. Aku sebatangkara."
"Apa kau benci Prakoso?"
"Kau tahu, aku memangis bukan aku kehilangan saat dia mati, tapi aku teringat keluarga yang aku tinggalkan karena dia. Aku ingin ikut dimakamkan bukan karena aku cinta berlebihan, aku hanya bingung, bagaimana cara aku melanjutkan hidup."
"Prakoso kehilangan semua uangnya?"
"Ya, semuanya. Terlebih aku harus menebus dia di penjara. Kami tak punya apa-apa. Setiap hari aku duduk di ujung jalan untuk meminta-minta. Prakoso tak pernah mau pergi, menurutnya, selama ini dia sudah kasih uang banyak untukku, maka sekarang tiba waktuku untuk berbuat sebaliknya."

"Wow, aku bingung Eliz. Aku bingung harus bicara apa."

Eliz tak kuasa tahan tangisnya. Kupeluk erat Eliz. Terbata-bata Eliz lanjutkan ceritanya. Aku sudah tak mau dengar sebetulnya, namun Eliz ingin membuat lega hatinya. 

Dia ceritakan kehidupan saat menikah dengan Prakoso, dia ceritakan sampai pada titik tertinggi dia, semua barang bisa dia beli dengan jentikan jari, namun uang bukan segalanya. Eliz tersadar bahwa selama ini dia hanya mendapatkan hal semu. Eliz tidak berbahagia, sejak menikah dengan Prakoso, gelas di dapurnya lebih sering ia isi dengan tangis daripada teh manis.

"Dru sayang, entahlah aku merasa yakin kamu anak yang baik. Dan kau tahu, ini adalah pelukan pertama yang kudapat setelah aku pergi meninggalkan keluargu dulu."
"Ya Tuhan Eliz, kau tak pernah dipeluk dia?. Maaf aku lancang."
"Iya aku lupa rasanga dipeluk, aku lupa rasanya saling menghargai, aku lupa rasanya saling mencintai dan aku lupa pada Tuhan yang beriku anugerah."

Eliz semakin kuat memelukku. Pelukan ini seperti pelukan Ibuku saat Ibu terlalu bahagia atau saat Ibu merasa butuh perlindungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun