"Dia suamiku. Yang baru saja meninggalkan dunia ini."
"Oh, maaf aku tak tahu. Sudahlah Eliz jika membuatmu sedih, kau tak perlu cerita."
"No, aku akan cerita."
Dru perbaiki duduknya, tepat di depan Eliz, Dru siap dengarkan kisah Eliz dan Prakoso.
"Prakoso adalah pengusaha kaya di sini. Satu hari dia habiskan uang di negaraku. Aku lupa persisnya, yang pasti dia perpanjang masa liburan dia saat dia kenalan denganku.
Entah apa yang menghipnotisku, namun pada waktu yang sangat pendek, aku jatuh cinta.
Prakoso berhasil yakinkan aku untuk memboyongku ke Indonesia. Aku tinggalkan keluargaku, padahal saat itu Ibuku memohon untuk aku tidak pergi."
Eliz menarik nafas panjang.
"Saat itu aku tak peduli dengan ayah, ibu dan keluargaku. Uang telah membuatku buta. Aku menikah di Indonesia. Dirayakan dengan pesta yang luar biasa. Aku bahagia kala itu. Tapi ada yang hilang, dan aku rasakan setelah bertahun-tahun aku bersamanya."
"Apa itu Eliz?"
"Tuhan."
"Kau lupa Tuhanmu?. "
"Iya, aku keterlaluan. Aku lupa bicara dengan Tuhan, aku lupa jalankan kewajibanku dan aku baru menyadari bahwa selama aku menikah dengan Prakoso, aku tak temukan satu helaipun sajadah milik Prakoso."
"Maaf Eliz, kau muslim?"