Mohon tunggu...
Cika
Cika Mohon Tunggu... Tutor - ...

No me gusta estar triste . Pecinta "Tertawalah Sebelum Tertawa Itu Dilarang" #WARKOP DKI . Suka menjadi pekerja tanpa melewati titik kodrat wanita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Manusia Sia-sia

21 Januari 2021   05:58 Diperbarui: 21 Januari 2021   06:02 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image by pixabay.com

Dru merasa kesepian, terkadang tingkat mengeluh lebih besar daripada bersyukur. Dru mungkin lupa saat membuka mata saja, dia diberi anugerah yang luar biasa. Dia tidak tahu di luar sana ada seorang wanita tua yang menangis meraung-raung karena ditinggal suaminya saat dia membuka matanya di pagi buta.

Suara dentuman batu dalam Lorong yang gelap saling bersahutan, Dru menapaki aliran sungai di pingginya. Penasaran dengan cerita orang tentang wanita tua itu membuat Dru seolah menerima pesan yang dia coba sembunyikan tadi siang.

Tiba di sebuah kotak kaleng berukuran 2 x 4 meter. Dinding yang terbuat dari potongan bekas kue lebaran yang dipipihkan dengan warna yang saling bertabrakan membuat Dru diam sesaat.

"Hmm Hai Bu, apa kabar?"

Wanita tua itu bukan menjawab salam Dru, beringsut sedikit ke arah pojok lalu diambilnya mantel coklat bulu yang warnanya sudah bercampur dengan debu dan kotoran.

"Kamu siapa?"
"Hai Bu, apa kabar?"

"Tak perlu kau tanya berulang kabarku. Untuk apa kau kesini?. Aku tak mengenalmu. Kau dengar dari cerita orang-orang tentang miskinnya aku?. Atau kau dengar bahwa aku kehilangan suamiku?"

"Hmm, tidak. Bukan begitu. Aku tak sengaja lewat sini."

"Kamu sekolah?"
"Iii...iya aku sekolah?"
"Bisa baca?"

"Bisa Bu. Aku bisa baca?"
"Sejak kapan tanda jalan buntu lepas di ujung Lorong?"

Dru sadar, wanita tua ini bukan sembarang wanita tua. Tatap matanya, caranya bicara, dan intonasi yang disampaikan sudah cukup untuk Dru menilainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun