"Maaf Nad. Aku mau sendiri."
"Tapi ini tidak biasa. Tumben kamu habiskan waktu di sini. Ada apa sih?"
"Tidak ada apa-apa."
"Ada apa Dru. Please!"
Aku tak tahan untuk tidak menangis. Sementara mushola sudah hampir penuh. Kutangguhkan Asharku, kuajak Metta dan Nadya keluar sebentar.
"Met, Nad. Aku boleh bahagia?"
"Boleh."
"Aku boleh tertawa?"
"Boleh."
"Aku boleh bercerai?"
"Eh, Dru. Ngaco kalau bicara."
"Ssssst..Jangan teriak. Ganggu orang shalat.!"
Metta dan Nadya bertatapan dengan segudang pertanyaan, yang kalau aku buka satu pertanyaan saja pasti akan habiskan waktu hari ini.
Pada akhirna, berani ambil kesimpulan berat seperti ini telah melalui jalan yang sangat panjang.
Mengalah sudah aku lakukan. Memahami jelas aku lakukan. Meniada kepentinganku juga sudah maksimal aku lakukan.
Aku sangat memahami bahwa setiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Saat hati ini sudah mulai berpaling, adalah merupakan kesalahan yang telah aku lakukan .
Namun jika sebagai manusia aku boleh membela diri. Aku bukan pelaku kesalahan, tapi aku adalah jawaban dari perlakuannya.
Metta dan Nadya mendekapku erat.