"Teh Hani lagi Teh Hani lagi, puji aku sekali aja atuh Pak!"
"Apa yang mau Bapak puji, hobinya makan sama tidur."
"Eh Bapak, jangan salah. Aku itu pejuang untuk Indonesia."
"Pejuang dari mana ari kamu."
"Pejuan Corona Bapak, dengan rebahan aku ikut meminimalisir peredaran virus Covid di Indonesia."
"Kumaha dinya ah."
Aku bahagia, walaupun kami sekarang berjauhan tak membuat kami saling melupa diri. Satu sama lain selalu berusaah untuk bertemu. Walau hanya sebentar, kata Bapak kami wajib bertemu di Jakarta walau Bapak dan Ibu tidak ada.
"Kalian ini merantau, tapi di satu kota yang sama. Jangan memikirkan Bapak sama Ibu, jaga diri kalian baik-baik, selalu berkomunikasi dan jangan terlalu sibu sama urusan sendiri hingga lupa bahwa kalian bersaudara."
"Iya Pak Sastroooooo."
Kami ingat terus kata-kata Bapak.
"Han, Den ayok kumpul. Masakan Ibu sudah siap, sate sudah siap, Es Doger sudah siap, apalagi ya?"
"Abdi Bapak, teu diabsen."
"Hahahahaha, iya lupa anak bungsu Bapak tidak diabsen, sini geulis duduk dekat Bapak. Bapak kangen jahilin kamu."
Tak terasa air mata menetes, kalau saja Mas Bram tidak bangunkan aku tentu aku sedang asik bercanda sambil habiskan bawang goreng buatan Ibu.
"Ambil wudhu sana, kita tahajud lalu berdoa buat almarhum Bapak dan Ibu. Sebentar lagi kita siap-siap masak buat keponakanmu, biar tidak buru-buru saat Shalat Idul Adhan anti."
"Aku tidak mau, aku tidak mau shalat Ied. Aku benci lebaran."
"Hey tidak boleh begitu sayang. Doakan Bapak dan Ibu, semangat terus kan ada aku dan anak-anak yang selalu menunggu semangat kamu, menunggu masakan kamu dan selalu menunggu hari-hari indah Bersama walau Bapak dan Ibu tidak lagi Bersama kita."
Aku menarik nafas, dalam lubuk hati terdalam.
"Ampuni segala dosa Bapak dan Ibu ya Allah. Kumpulkan kami kelak di Surga-Mu."
Bandung, 31 Juli Agustus 2020