Entah mengapa, aku merasa menjadi manusia paling bodoh.
Aku yang sangat mengetahui bahwa perjalananku denganmu hanya aku yang menginginkan menjadi sebuah cerita, selalu memaksa masa untuk memberikan jeda pada sebuah janji yang telanjur terikat.
Kuhirup aroma kopi yang tak menusuk hidung. Tak becus aku menyajinya, kenapa menjadi hambar?. Padahal tak ada penghuni lain dalam secangkir robusta yang aku seduh bersama didihan mokapot tanpa bacot.
Sesekali kuperhatikan layar Mac yang sengaja kubiarkan terbuka layarnya, tak ada pesan untukku.
Inilah cerita kupu-kupu yang tak pernah siap untuk terbang.
"Kutunggu kau jam enam pagi di dekat kedai kopi samping kostmu, aku tak perlu turun dan kau langsung saja masuk mobilku!"
Kuperhatikan setiap kata yang terlihat jelas dengan ukuran font maksimal hingga memenuhi layar kecil iphone jelekku.
Baik, artinya aku harus siap-siap lebih pagi.
Tepat jam empat pagi, alarm berisik menelisik yang berubah menjadi sebuah teriakan agar aku segera membuka mata.
Untuk kesekian kalinya, tak bisa kupungkiri bahwa aku bahagia.
Kukenakan baju yang dia suka, kupasang senyum yang tak seharusnya keberikan dan aku duduk di sampingnya.