Mohon tunggu...
Cicilia Arlita P.D.
Cicilia Arlita P.D. Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang berlatih menulis dan mencoba terus mengeksplor mengenai banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apa Penyebab LGBT Sulit Diterima di Indonesia?

30 September 2020   13:57 Diperbarui: 2 Oktober 2020   23:19 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.matamatapolitik.com/

Persepsi merupakan bagaiamana kita melihat sesuatu dan menafsirkannya, yang akan memengaruhi kepercayaan dan nilai yang kita miliki. Seperti apa yang dikatakan Samovar (2017) bahwa, banyak faktor yang memengaruhi bagaimana kita mengambil keputusan tentang apa yang harus dipikirkan, apa yang harus diabaikan, dan bagaimana bertindak, yaitu faktor keluarga, agama, dan identitas budaya.

Jika kita lihat di negara kita sendiri, Indonesia memiliki berbagai kebudayaan dan agama yang ada atau dipercayai oleh masyarakat Indonesia. Tentu saja hal tersebut berpengaruh terhadap persepsi hingga nilai yang dipegang oleh bangsa Indonesia, salah satunya kepercayaan adanya Tuhan dan hal tersebut sangat terlibat dari aktivitas sehari-hari seperti adanya acara tertentu yang di dalamnya juga melakukan ibadah.

Tidak jarang karena adanya perbedaan persepsi membuat adanya konflik antar individu atau kelompok, contohnya seperti persepsi mengenai komunitas LGBT di Indonesia. Komunitas LBGT masih belum bisa diterima oleh masyarakat Indonesia. Seperti apa yang dikatakan oleh Lembaga survey Saiful Mujani Research Center (SMRC) bahwa sebanyak 41,1 persen masyarakat Indonesia menganggap komunitas LGBT tidak memiliki hak hidup (Garnesia, 2019). Pastinya hasil tersebut juga dipengaruhi oleh persepsi hingga nilai dari individu, salah satunya yaitu dari kepercayaan yang dianut tidak mendukung LGBT.

Persepsi mengenai LBGT di Indonesia sudah cukup buruk dan tidak jarang mereka yang termasuk dalam komunitas LBGT mengalami penindasan ataupun kekerasan. Contohnya seperti  kasus Pemkot Depok akan merazia kelompok LGBT. Hal tersebut membentuk dua kelompok,  yaitu pendukung pelaksaan razia dan yang tidak mendukung. Salah satu contoh yang tidak setuju yaitu, Direktur Amnesty Internasional, Usman Hamid, yang mengatakan jika langkah Pemkot Depok tersebut merupakan hal yang tak manusiawi, kejam, dan merendahkan martabat mereka (komunitas LGBT) sebagai manusia (CNN Indonesia,2020)

Mungkin kasus diatas merupakan salah satu kasus yang besar yang merupakan konflik perbedaan nilai antara satu dengan yang lainnya. Namun sebenarnya konflik-konflik yang diakibatkan dari perbedaan persepsi hingga nilai ini sangat sering kita temui di Indonesia, yang kental akan budaya dan kepercayaan. Maka sangat perlu untuk kita untuk mengetahui bagaimana keyakinan dan nilai yang dimiliki oleh orang lain, dan bahkan dalam berkomunikasi (Samovar, 2017).

Tidak lupa kita juga harus bisa menghargai persepsi hingga nilai orang lain, karena apa yang mereka miliki atau dalami tidak akan memengaruhi apa yang kita miliki. Jika hal tersebut bisa diterapkan, perdamaian dapat tercipta di negara kita atau mungkin hingga dunia.

CNNIndonesia.com. 2020. Amnesty international: Razia lgbt di depok tak manusiawi. 

Garnesia, I. 2019. Pandangan terhadap LGBT: Masih soal penyakit sosial dan agama.

Samovar, Larry A. dkk. 2017. Communication between culture. Boston, Amerika Serikat: Cangage Learning

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun