Mohon tunggu...
Chysara Rabani
Chysara Rabani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar gemar membaca

Gemar membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Campur Kode dan Pudarnya Bahasa Sunda di Kalangan Pelajar

26 Juni 2021   18:50 Diperbarui: 26 Juni 2021   19:25 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bahasa daerah adalah bahasa asli yang berasal dan berkembang di satu wilayah yang lebih kecil lingkupnya dari negara. Bahasa daerah ini kemudian menjadi unsur pembentuk sastra, seni, kebudayaan, bahkan kebiasaan suatu suku bangsa. Bahasa daerah juga digunakan dalam upacara adat dan alat untuk berkomunikasi di kehidupan sehari-hari.

Indonesia yang merupakan negara majemuk memiliki berbagai keragaman di dalamnya. Keragaman suku, budaya, agama, dan bahasa. Menurut hasil riset Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tahun 2018, bahasa yang ada di Indonesia mencapai 652 bahasa daerah. Di antaranya ada bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Gayo dan lainnya. 

Di kehidupan sehari-hari, bahasa daerah digunakan untuk berkomunikasi satu sama lain. Semua kalangan pasti pernah berkomunikasi menggunakan bahasa daerah, anak-anak, pelajar, dan orang tua. Yang sering terlihat menggunakan bahasa daerah secara langsung adalah para pelajar. Pelajar cenderung lebih sering menggunakan bahasa daerah atau bahasa Indonesia yang telah terafiliasi oleh bahasa daerah, baik dari pengucapan maupun arti dari kata tersebut.

Kebiasaan menggunakan bahasa daerah yang telah terafiliasi oleh bahasa Indonesia atau bahasa lainnya disebut sebagai komunikasi campur kode. Orang yang biasa menggunakan dua bahasa ketika berbicara adalah dwibahasawan. Sebagian besar pelajar adalah dwibahasawan. Disebut dwibahasawan karena mampu menguasai dua bahasa atau lebih dalam komunikasinya. Misalnya, pelajar di Bandung selain menguasai bahasa Sunda juga menguasai bahasa Indonesia. Bahkan, selain dua bahasa itu, ada juga pelajar yang mampu berbahasa asing.

Fenomena dwibahasa atau campur kode ini disebabkan karena pelajar yang tidak menguasai kedua bahasa tersebut dengan baik, sehingga akan ada campur atau alih kode ketika pelajar tidak mengetahui kata tersebut dalam bahasa pertama atau keduanya. Selain itu, disebabkan oleh penutur yang ingin membicarakan suatu topik yang hanya bisa dibicarakan dalam bahasa tertentu. Kemudian sebagai penghubung kalimat atau imbuhan yang tidak bisa diartikan ke bahasa lain. 

Di satu sisi, campur kode memberikan kesempatan kepada para pelajar untuk berkomunikasi dalam dua bahasa sekaligus. Namun di sisi lain, campur kode ini membuat pelajar tidak menguasai kedua bahasa tersebut dengan baik. Terutama penguasaan bahasa daerah yang dalam hal ini adalah bahasa Sunda yang perlahan memudar karena tidak dikuasai dengan baik oleh pelajar. Pada esai ini, penulis akan mengaitkan pengaruh campur kode terhadap pudarnya bahasa Sunda di kalangan pelajar.

Dewasa ini, bahasa daerah khususnya bahasa Sunda perlahan memudar dan kehilangan eksistensinya. Hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja, karena bahasa Sunda adalah identitas dan jati diri suku Sunda. 

Di Bandung khususnya di kalangan pelajar, 30 dari 34 orang yang diwawancarai masih menggunakan bahasa Sunda untuk berkomunikasi. Ketika ditanya seberapa mahir, sebagian besar menjawab hanya 50% menguasai bahasa Sunda. Para pelajar terbilang sering menggunakan bahasa Sunda, namun seringnya dicampur menggunakan bahasa Indonesia. Para pelajar terbiasa berbicara menggunakan bahasa Sunda yang telah terafiliasi oleh bahasa Indonesia kepada keluarga juga teman sebaya.

Kurang mahirnya penggunaan bahasa Sunda di kalangan pelajar mempengaruhi komunikasi campur kode. Pengaruh tersebut adalah pengaruh baik dan pengaruh buruk. Di antara pengaruh buruk adalah pembicaraan sulit dipahami, tidak mengerti apa yang dibicarakan, sulit fokus ke satu bahasa, tidak enak didengar, dan menjadi tidak mahir keduanya. Sedangkan, pengaruh baiknya adalah sebagai ciri khas suatu daerah, sebagai ajang untuk belajar lagi dan meningkatkan kemampuan berbahasa. 

Kemudian, komunikasi campur kode berpengaruh terhadap pudarnya bahasa Sunda secara perlahan. Karena kembali lagi, campur kode secara tidak langsung menyebabkan pelajar untuk tidak mahir dalam kedua bahasa tersebut, khususnya bahasa daerah.

Terakhir, penulis menyarankan agar masyarakat khususnya pelajar bisa bijak dalam penggunaan bahasa di kehidupan sehari-hari. Khususnya pemilihan ragam bahasa yang akan digunakan untuk berkomunikasi. Gunakan bahasa sesuai dengan kaidah dan situasinya. Sebisa mungkin hindari pencampuran bahasa daerah dengan bahasa Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kesalahpahaman jika berkomunikasi dengan masyarakat yang bukan berasal dari daerah yang sama dan supaya bahasa daerah tetap lestari. Tumbuhkan sikap positif dalam berbahasa dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan keperluannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun