Mohon tunggu...
Chyntia Pinky
Chyntia Pinky Mohon Tunggu... Administrasi - Tidak ada

Penulis | Kreator | Pelaku Seni | Praktisi Hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Konsekuensi Konstitusionalisme: Hadirnya Mahkamah Konstitusi

24 September 2018   17:27 Diperbarui: 24 September 2018   17:40 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berdasarkan teori kontrak sosial yang dikemukakan olen John Locke, pada dasarnya ada pesetujuan antara masyarakat yang menyerahkan kekuasaannya pada sekelompok orang dan sekelompok orang yang diserahi kekuasaan menerima batasan pada diri mereka demi kepentingan umum. Meskipun demikian, Lord Aston menyatakan bahwa kekuasaan sekecil apapun cenderung untuk disalahgunakan. Oleh karenanya, kontrak sosial seperti itu umumnya mengambil format hukum yang lebih konkrit seperti halnya konstitusi.

Hal ini didukung oleh pendapat Walton H. Hamilton dalam artikenya berjudul "constitusionalism" menyatakan "constitutionalism is the name given to the trust which men repose in the power of words engrossed on parchment to keep a government in order".  Makna "to keep government in order" artinya diperlukan pengaturan sehingga dinamika kekuasaan dalam pross pemerintahan dapat dibatasi dan dikendalikan sebagaimana mestinya. 

Gagasan mengatur dan membatasi kekuasaan ini secara alamiah muncul karena adanya kebutuhnan untuk merespons perkembangan peran relatif kekuasaan umum dalam kehidupan umat manusia.

Kesepakatan yang menjamin tegaknya konstitusionalisme pada zaman modern pada umumnya berdasarkan 3 elemen kesepakatan (konsensus), yaitu:

  • Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of society or gneral acceptance of the same philosophy of government);
  • Kesepakatan tentang 'the rule of law' sebagai landasan pemerintah atau penyelenggaraan negara (the basis of governement);
  • Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan (the form of institutions and procedures).

Mengenai kesepakatan ketiga kemudian akan berkenaan dengan : (a) bangunan organ negara dan prosedur-prosedur yang mengatur kekuasaannya; (b) hubungan-hubungan antar organ negara itu satu sama lain; serta (c)  hubungan natara organ-organ negara dengan warga negara. Dengan adanya kesepakatan itu, maka isi konstitusi dapat dirumuskan dengan mencerminkan keinginan bersama berkenaan dengan institusi kenegaraan dan mekanisme ketatanegaraan yang hendak dikembangkan dalam kerangka kehidupan negara berkonstitusi (constitutional state).

Di Indonesia sendiri corak dan format kelembagaan serta mekanisme hubungan antara lembaga-lembaga negara mengalami perubahan dengan berubahnya konstitusi Indonesia sebanyak 4 kali. 

Misal dihapusnya Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang sebelumnya diatur dalam Pasal 6 Bab VI naskah UUD 1945. Di sisi lain, ada pula organ negara yang sebelumnya tidak ada menjadi ada seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY).

Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pokok perubahan yang fundamental dalam UUD pasca reformasi merupakan lembaga baru sandingan Mahkamah Agung sebagai lembaga pemegang kekuasaan kehakiman. 

Hal ini dikarenakan adanya tuntutan untuk dibentuknya suatu lembaga yang melakukan pengujian terhadap undnag-undang. Selain itu, MK juga memiliki tugas dan kewenangan lain sebagaimana yang tercantum dalam konstitusi, yaitu dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 sebagai berikut:

  • Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;
  • Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar;
  • Memutus pembubaran partai politik dan memutuskan perselisihan mengenai hasil pemilu;
  • Dan yang terdapat dalam pasal 24C ayat (2):
  • Memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.

 Oleh karenanya, MK selaku lembaga kehakiman yang tugas dan kewenangannya diberikan oleh konstitusi, maka dapat dikatakan bahwa MK merupakan konsekuensi dari konstitusionalisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun