Mohon tunggu...
Chyntia Pinky
Chyntia Pinky Mohon Tunggu... Administrasi - Tidak ada

Penulis | Kreator | Pelaku Seni | Praktisi Hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Keb(i/a)j(a/i)kan

19 September 2018   15:31 Diperbarui: 19 September 2018   15:38 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.terbaur.com

Sadar atau tidak, kita sudah hampir mencapai seperlima abad 21, kemanfaatan menjadi nilai yang tidak hanya dipandang dari sisi 'untung-rugi', namun telah dinilai dari seberapa baik sebuah sistem pelayanan publik untuk mensejahterakan seluruh komponen. Baik masyarakat maupun aparatur negara selaku pengelola layanan publik. Inilah yang disebut dengan dunia birokrasi masa kini melalui adanya reformasi birokrasi.

Reformasi birokrasi tidak akan pernah lepas dari yang namanya kebijakan publik dan berbicara tentang kebijakan publik tidak akan pernah lepas dari yang namanya kontroversi. Terlebih dalam dunia administrasi yang dinamis, seringkali pejabat harus melakukan improvisasi untuk mengatasi masalah yang muncul. Inilah yang kemudian menjadi masalah, bagaimana jika suatu kebijakan publik yang dibuat demi kepentingan masyarkat luas menyalahi peraturan perundang-undangan?

Berdasarkan teori hukum administrasi negara, diskresi sekalipun harus setidak-tidaknya tidak bertentangan dengan hukum positif. Meskipun demikian, perdebatan antara mana yang lebih diutamakan antara nilai menafaatan dan ketaatan hukum selalu terjadi. Pertanyaan yang lagi-lagi muncul adalah dalam keadaan seperti ini mana yang didahulukan antara public interest atau goverment interest? Mana yang lebih penting antara kebijaksanaan atau ketaatan pada hukum?

Jika mengacu pada pendapat Thomas R. Dye, kebijakan adalah tindakan yang berorientasi pada tujuan. Maka dalam hal ini harus dilihat lagi jalan mana yang kemudian mempercepat tujuan bersama, public interest atau goverment interest? Kebijaksanaan atau ketaatan pada hukum?

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Anderson menyatakan bahwa kebijakan pemerintah dalam arti positif selalu dilandaskan pada peraturan perudang-undangan dan bersifat memaksa.

Hal ini dikarenakan peraturan perundang-undangan sejatinya merupakan kontrak antara rakyat dengan pemerintah untuk meminimalisir pertentangan-pertentangan yang terjadi karena adanya suatu kebijakan publik. Lord Acton menyadari bahwa kekuasaan sekecil apapun cenderung untuk disalahgunakan, maka dari itu peraturan perundang-undangan adalah instrumen untuk melindungi kekuasaan penguasa.

Jelas dalam hal ini, kesejahteraan umum adalah hal yang harus diutamakan dengan tetap  patuh pada prinsip ketaatan hukum. Maka untuk mencapai kedua hal tersebut bersamaan, dibutuhkan kebijaksanaan dari pemerintah. Sehingga komponen public interest, kebijaksanaan dan ketaatan hukum secara keseluruhan harus terpenuhi meskipun dalam hal ini mengenai goverment interest masih belum terjawab, tergantung bagaimana tata kelola suatu pemerintahan yang menggunakan The Principles of Good Governance atau Strong Goverment.

Cobb dan Elder menyatakan ada 3 prasyarat dalam perumusan kebijakan publik, yaitu:

  • Isu memperoleh perhatian yang luas atau sekurang-kurangnya menumbuhkan kesadaran masyarakat.
  • Adanya presepsi atau pandangan masyakarat bahwa perlu dilakukan beberapa tindakan untuk memecahkan masalah itu.
  • Adanya presepsi yang sama dari masyarakat bahwa masalah itu merupakan kewajiban dan tanggungjawab yang sah dari pemerintah untuk memecahkannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun