Mohon tunggu...
Chusnul Sadyah
Chusnul Sadyah Mohon Tunggu... Pelajar -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Penumbuhan Karakter Cinta Al-Quran

22 September 2017   00:36 Diperbarui: 22 September 2017   01:02 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Anak adalah harta yang paling berharga yang harus selalu dijaga keselamatannya. Al-Ghazali menyatakan, ''Anak adalah amanah di tangan ibu bapaknya. Hatinya masih suci bak permata yang mahal harganya. Apalagi ia dibiasakan pada suatu yang baik dan dididik yang baik, niscaya ia akan tumbuh besar dengan sifat-sifat yang baik dan akan bahagia dunia akhirat. Sebaliknya, bila mana dibiasakan dengan tradisi-tradisi buruk, tidak diperdulikan seperti halnya hewan, niscaya ia akan hancur dan binasa.''

Anak tak ubahnya selembar kertas putih. Apa yang pertama kali ditorehkan di sana, maka itulah yang akan membentuk karakter dirinya. Bila yang pertama yang ditanamkan adalah nilai-nilai agama dan keluhuran budi pekerti, maka akan terbentuk zat kebal dari pengaruh negatif pada diri anak tersebut. Bila mana yang pertama tidak ditanamkan warna agama dan keluhuran budi pekerti, maka yang muncul adalah antibodi terhadap pengaruh positif, seperti malas beribadah, malas belajar, sombong, dan sebagainya. Masa kanak-kanak merupakan masa pembentukan karakter yang paling utama. Apabila seorang anak dibiarkan melakukan sesuatu yang kurang baik dan kemudian telah sudah menjadi kebiasaannya, maka sukarlah untuk meluruskannya.

Atas dasar tersebut, mendidik anak sejak dini memang sangat penting untuk dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan karakter yang buruk. Dalam hal ini orang tua memiliki peran penuh dalam menentukan pendididikan anakknya. Orang tualah yang mengukir anakknya sendiri dengan pendidikan. Dia menjadikan anaknya shaleh, pintar,bahkan kafir, itu bergantung kemauannya. Karena dominannya orang tua dalam peran ini, maka hendaknya serius dalam memperhatikan aspek pendidikannya dalam rangka melestarikan fitrah anak,agama dan penanaman budi pekerti yang luhur, 

sehingga kelak akan menjadi anak penerus bangsa yang religius dan mentalitas yang kuat. Untuk meninggkatkan kualitas mentalitas keimanannya, maka salah satu caranya adalah menumbuhkan rasa cinta kepada Al-Quran dari sejak dini. Dengan menanamkan kecintaan anak terhadap Al-Quran sejak dini, maka kecinntaan itu akan bersemi pada masa dewasanya kelak.

Batasan ideal anak dalam menerima pendidikan Al-Quran adalah 4 sampai 6 tahun, mengapa demikian? Karena pada umur 4 sampai 6 tahun daya ingat anak masih sangat kuat dan belum memiliki tekanan yang menantang. Dan pada usia 7 tahun anak biasanya sudah mulai ada penekanan-penekanan dan pelatihan yang sudah berbasis kewajiban. 

Misalnya, anak ditekankan untuk melakukan sholat fardhu, cara berwudhu yang baik dan benar, menghafalkan surat-surat pendek dan lain sebagainya. Sebenarnya pada usia 4 tahun anak telah siap menerima pendidikan Al-Quran, seperti halnya Sufyan bin Unayyah yang mampu menhafal al-quran pada usia 4 tahun, Imam Syafi'i pada usia 7 tahun dan Ibnu Hajar al-asqalani pada usia 9 tahun. Jika mereka bisa menghafalkan al-quran pada usia tersebut, bisa dibayankan, usia berapa mereka memulai pendidikan agama ataupun pendididkan al-quran kalau tidak pada usia balita.

Menurut psikolog, menjelang usia 2 tahun, anak mulai memiliki kemampuan meniru dan mengenal benda-benda di sekitarnya, sementara pada usia 2-3 tahun anak sudah memilki kesiapan untuk membaca dan mendengar. Apabila orang tuanya sedangmembaca al-quran maka ia akan mendengarkannya lalu menirukannya dan kemudian tiba saatnya anak tersebut bisa membacanya. Dunia anak adalah dunia bermain, ada bahaya besar jika orang tua mengabaikan hal ini. 

Anak tidak bisa dipakksa untuk memenuhi keinginan orang tuanya. Jika seorang anak terlalu diforsir fikirannya maupun fisiknya itu malah akan menghambat proses perkembangannya, maka dari itu sebagai orang tua harus memberikan kebebasan pada anak untuk menentukan kapan ia siap belajar dan kapan ia siap untuk bermain. Jika si anak salah jangan sekali-kali dicela, karena itu akan mempengarui mentalnya,lebih baik diberikan motivasi agar dia tetap mempunyai energi untuk terus belajar dan terus dukung apa pun yang terjadi pada dirinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun