Mohon tunggu...
churmatin nasoichah
churmatin nasoichah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

^-^

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesona Semende, Desa Budaya Nan Asri di Tengah Modernisasi

23 April 2021   07:45 Diperbarui: 23 April 2021   08:17 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Balai Arkeologi Sumatera Selatan, 2021

Perjalanan kami selanjutnya adalah mengunjungi suatu wilayah kecamatan yang lokasinya memiliki jarak tempuh sekitar 1 jam dari jalan lintas Muara Enim-Baturaja, Sumatera Selatan. Dalam perjalanan tersebut melewati bebukitan berkelok-kelok dengan jalanan yang lebih sempit dibandingkan dengan jalan lintas. Sebenarnya jalanan tersebut merupakan jalur apabila kita bepergian ke Pagar Alam dari arah Muara Enim. Pemandangan begitu indah dengan hawa yang mulai terasa dingin dan segar bila dibandingkan dengan wilayah Muara Enim. Wilayah tersebut adalah Kecamatan Semende Darat Laut.

Apabila berbicara tentang Semende, masyarakat awam langsung teringat akan kopi khas Sumatera Selatan. Ya... Semende merupakan wilayah penghasil kopi khas Sumatera Selatan. Sepanjang perjalanan menuju wilayah tersebut, kita akan disambut dengan pohon-pohon kopi di pinggiran jalan. Sepanjang perjalanan pula kita akan disambut dengan jemuran kopi yang diletakkan di jalanan aspal sehingga akan terinjak kendaran yang melintasinya. 

Dok. pribadi, 2021
Dok. pribadi, 2021
Sesampai di wilayah Semende, tepatnya di Desa Pulau Panggung, kita akan disambut dengan keramaian pasar. Di pinggiran jalan dekat pasar tersebut terdapat bangunan rumah adat tradisional. Rumah tersebut berupa rumah panggung yang bagian bawahnya sudah disulap menjadi bangunan rumah modern. Namun demikian, rumah panggung tersebut masih dapat menampakkan keasliannya. Bahkan bangunan tersebut sudah dijadikan menjadi Cagar Budaya yang dengan perawatannya dikelola oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi (BPCB Jambi). 

Bagian dalam rumah tersebut masih banyak ditemukan peninggalan barang-barang pusaka milik nenek moyang dan sangat terawat dengan baik. Suasana tempo dulu masih dapat dirasakan bila kita berada di dalam rumah tersebut. Udaranya begitu adem dan tenang. Sejenak saya duduk disamping nenek (ibu dari pemilik rumah) yang berusia lebih dari 80 tahun sambil berbincang sejenak terkait kenangan beliau saat muda dulu. Saya sangat menikmati obrolan tersebut, dan sesaat kami termenung menikmati jalanan pedesaan yang mulai ramai. Teman-teman lain pun masih asyik juga menikmati rumah tradisional tersebut.

Dok. pribadi, 2021
Dok. pribadi, 2021
Tidak lupa kami singgahi juga area pasar untuk melihat barang-barang khas Semende. Terdapat senjata seperti pisau dengan berbagai ukuran mulai yang kecil hingga yang besar seperti parang. Biasanya barang tersebut digunakan penduduk setempat untuk berladang ataupun untuk kepentingan domestik lainnya. Penduduk setempat menamai barang tersebut dengan sebutan kuduk. Barang tersebut dijual mulai dari harga 50.000-hingga ratusan ribu rupiah. Selain kuduk, barang khas Semende adalah ambung. Ambung adalah sejenis bakul yang dibuat dari bahan anyaman bambu.  Ambung tersebut juga digunakan oleh penduduk setempat untuk ke ladang maupun untuk kebutuhan domestik lainnya. Harganya juga dibandrol mulai dari harga 50.000 rupiah. 

Dok. pribadi, 2021
Dok. pribadi, 2021
Setelah kita sedikit berkeliling di Desa Pulau Panggung, kita melanjutkan perjalanan ke Desa Penyandingan. Jarak tempuh ke desa tersebut lebih kurang 15 menit dari Desa Pulau Panggung. Selama perjalanan, kita disambut dengan hamparan sawah padi yang begitu luas nan hijau dan tentunya masih dengan jalanan yang berkelok-kelok. Sesampai di sana kami berkeliling melihat beberapa artefak tinggalan budaya Semende berupa naskah kuno kaghas dan makam puyang pendiri desa tersebut. 

Dok. pribadi, 2021
Dok. pribadi, 2021
Selain tinggalan artefaktual, masih terlihat begitu jelas suasana pedesaan di tengah hamparan perbukitan dengan rumah-rumah panggungnya. Rumah tradisional yang dibangun dengan kayu-kayu hutan tersebut dibuat dengan ukir-ukiran sulur di bagian badan bangunan, menambah keeksotisan bangunan tersebut. 

Saat kami mengunjungi salah satu rumah milik kepala desa, kami begitu merasakan suasana rumah panggung tersebut dengan keramahannya. Pintu masuknya masih asli, dibuat dari kayu dengan ukiran surya di bagian tengahnya. Pintu masuk yang dibuat hanya separo tinggi badan manusia tersebut, memang dibuat agar orang yang masuk dalam kondisi menunduk, merupakan salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat Semende.  Di samping rumah mengalir sungai yang masih jernih, dengan anak-anak yang riang gembira menikmati mandi siangnya, disamping ibu-ibu yang bercengkerama sambil mencuci pakaian mereka, pun ibu-ibu yang sedang masak bersama di pinggiran sungai. 

Dan pada akhirnya, desa tersebut menurut pandangan saya patut untuk dijadikan sebagai desa budaya. Bentuk kearifan lokal, gotong royong, dan tentunya keaslian rumah-rumah tradisional masih terlihat jelas di desa tersebut. Sangat disayangkan, kami hanya beberapa jam saja berada disana. Andai bisa beberapa hari lagi tentunya akan sangat menyenangkan. 

Berharap pesona Semende masih tetap terjaga terus sampai nanti. Salam budaya.

Dok. Balai Arkeologi Sumatera Selatan, 2021
Dok. Balai Arkeologi Sumatera Selatan, 2021
 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun