Mohon tunggu...
churmatin nasoichah
churmatin nasoichah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

^-^

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tercemarnya DAS Batanghari di Dharmasraya, Sumatera Barat

3 Agustus 2018   20:51 Diperbarui: 5 Agustus 2018   21:10 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
aktivitas pendompeng emas di Dharmasraya (Dok. Pribadi, 2018)

DAS Batanghari merupakan sungai terpanjang yang ada di Pulau Sumatera dengan panjang sungai kurang lebih 800 km. Sungai tersebut berhulu di Gunung Rasan, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, lalu mengalir ke Kabupaten Solok Selatan dan Dharmasraya, Sumatera Barat.

Aliran sungai tersebut kemudian terus mengalir ke Propinsi Jambi dan melintasi beberapa kabupaten seperti Bungo, Tebo, Batanghari, Kota Jambi, Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Timur kemudian masuk ke Propinsi Riau dan bermuara di Selat Malaka. 

DAS Batanghari memiliki kisah sejarah yang sangat panjang. Adanya aliran sungai yang begitu panjang, ditepian sungai tersebut banyak dijumpai beberapa tempat bersejarah mulai dari masa Hindu-Buddha sampai pada masa perkembangan Islam.  Tempat bersejarah tersebut diantaranya Percandian Muara Jambi yang ada di Jambi, dan sampai ke hulu terdapat adanya nama Dharmasraya yang disebutkan dalam naskah Nagarakertagama karya Mpu Prapanca.

Dharmasraya sendiri kini merupakan satu kabupaten yang ada di Propinsi Sumatera Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi Jambi. Terdapat beberapa lokasi bersejarah masa Hindu-Buddha yang berada dipinggiran aliran DAS Batanghari, misalnya candi-candi di Pulau Sawah, Bukit Berhalo, dan Padang Roco. Selain itu dalam perkembangannya, kerajaan-kerajaan masa Islam juga mulai muncul dipinggiran aliran tersebut seperti Kerajaan Siguntur dan Sitiung.

Menurut cerita penduduk setempat, dulunya DAS Batanghari yang ada di Kabupaten Dharmasraya ini begitu jernih dan indah. Banyak penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan dengan menggunakan perahu kecil/pong-pong.  Selain itu banyak yang memanfaatkan sungai tersebut untuk kebutuhan air bersih misalnya untuk mandi, memasak dan mencuci pakaian. Namun kondisi tersebut kini akan sulit ditemukan lagi. DAS Batanghari di Dharmasraya kini tak sejernih dulu lagi. Airnya menjadi coklat, keruh, dan tidak bisa lagi digunakan untuk kebutuhan air bersih. 

Menurut penduduk setempat, kondisi air keruh di DAS Batanghari tersebut kini telah tercemar oleh merkuri dan air raksa akibat ulah para pendompeng/pendulang emas. DAS Batanghari memang dari dulunya terkenal dengan sebutan wilayah penghasil emas. Catatan sejarahpun menyebutkan bahwa pulau Sumatera dijuluki dengan sebutan swarnadwipa yang berarti pulau emas.

Di DAS Batanghari memang banyak mengandung emas sehingga tak heran hingga saat ini aktivitas mendulang emas masih banyak dilakukan. Sampai saat ini pun masih terdapat beberapa perahu yang sedang beraktivitas mendulang emas di Kabupaten Dharmasraya.

DAS Batanghari di Dharmasraya (Dok. Pribadi, 2018)
DAS Batanghari di Dharmasraya (Dok. Pribadi, 2018)
Satu hal yang menarik, bahwa pendulang emas yang kini ada di Dharmasraya masih bisa dibilang kecil atau sedikit bila dibandingkan dengan yang ada di Kabupaten Solok Selatan. Para pendulang emas di Solok Selatan tidak hanya menggunakan perahu dan alat sederhana seperti halnya di Kabupaten Dharmasraya, namun mereka sudah menggunakan alat berat seperti ekskavator.

Dan sangat disayangkan, bahwa lokasi Kabupaten Solok Selatan berada di hulu sungai sehingga mengakibatkan semua aliran sungai yang sampai ke hilirnya menjadi tercemar, termasuk juga yang ada di Kabupaten Dharmasraya ini. Tidak bisa dibayangkan lagi bagaimana tercemarnya DAS Batanghari yang ada di Jambi dan Riau, belum lagi ditambah dengan polusi sampah dan limbah.

Aktivitas pendompeng/pendulang emas ini sudah dilakukan bertahun-tahun. Meskipun sudah ada laporan masyarakat baik lisan maupun tulisan, namun sepertinya sampai saat ini masalah tersebut belum juga terselesaikan. Hal ini berdampak bagi masyarakat yang ada di tepian sungai tersebut. Mereka kini semakin sulit mendapatkan tangkapan ikan, tidak bisa lagi mandi, mencuci apalagi menggunakan air sungai tersebut untuk kebutuhan air minum.

Masalah tercemarnya DAS Batanghari ini memang seharusnya sudah menjadi masalah bersama, tidak lagi lingkup kabupaten atau propinsi, namun menjadi masalah Nasional yang seharusnya menjadi perhatian khusus. Sangat disayangkan, demi kepentingan individu/kelompok tertentu, masyarakat luaslah yang harus menanggung akibatnya. Berharap kedepannya ada solusi untuk permasalahan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun