Mohon tunggu...
churmatin nasoichah
churmatin nasoichah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

^-^

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kilas Balik Kuli Kontrak dan Pengusaha Perkebunan di Sumatera Timur

16 Maret 2018   17:21 Diperbarui: 28 Maret 2018   08:14 1186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Dok. Seraching Google)

(terbit juga di media masa 'Analisa' pada Minggu, 25 Maret 2018)

Hari ini aku mengantarkan beberapa mahasiswa Jurusan Arkeologi Universitas Jambi untuk sekedar keliling kota Medan melihat beberapa tinggalan arkeologis yang tersebar di sepanjang Jalan A. Yani. Sebelumnya kami telah singgah di Mesjid Raya Medan yang merupakan mesjid bersejarah pada masa Kesultanan Deli. 

Lalu kami meneruskan perjalanan dan terlihat di sebelah baratnya berupa Istana Maimun dengan kecantikan bangunannya. Namun sangat disayangkan, kami tak sempat untuk singgah dan terus melanjutkan perjalanan kami menuju Kesawan di Jalan A.Yani, Medan. 

Di sepanjang Kesawan tersebut, berderet bangunan-bangunan kolonial ciri khas awal abad 20 Masehi yang menandakan bahwa dulunya banyak bangsa Eropa yang tinggal dan mengembangkan bisnisnya di daerah tersebut. Karena aku kesulitan untuk menemukan tempat parkir, akhirnya laju kendaraanku kuteruskan sampai di Lapangan Merdeka. Disitulah akhirnya aku menemukan satu tempat kosong, tepat di sisi utara Lapangan Merdeka dan di depan Kantor Pos Medan. 

Kami semua memutuskan untuk berjalan kaki menyusuri jalan Lapangan Merdeka dan kembali lagi ke Kesawan. Terlihat bangunan-bangunan Kolonial mulai dari Gedung Kantor Pos, Hotel Dharma Deli, Bank BI, Eks Balai Kota, Gedung Mandiri, London Sumatera, dan masih banyak keindahan gedung-gedung lainnya. 

Lalu lintas yang begitu padat dan bising saat itu kembali membawaku melayang dan membayangkan bagaimana kondisi ketika gedung-gedung tersebut digunakan pada era tahun 1900an. Bagaimana para penduduk pribumi, kalangan istana, kalangan elit Eropa, pedagang Cina, bahkan para kuli kontrak yang saling berlalu lalang di daerah tersebut. Bagaimana jenjang status diantara mereka yang masih sangat terlihat untuk menempatkan posisinya masing-masing.

Aku sangat terinspirasi dengan novel karya Emil W. Aulia berjudul 'Berjuta-juta Dari Deli: Satoe Hikajat Koeli Contract'. Novel sejarah yang dibuat oleh Emil tersebut mampu membuatku membayangkan bagaimana kondisi Tanah Deli (Sumatera Timur/Medan dan sekitarnya) dan kuli kontraknya pada masa tersebut.

Kuli-kuli tersebut banyak didatangkan para pengusaha swasta Eropa dari tanah Jawa, Banjar, India dan Negeri Cina. Maka tak heran jika di Medan sekarang banyak dijumpai orang-orang 'Jawa Deli' atau 'Pujakesuma' (Putra Jawa Kelahiran Sumatera), orang Tamil dan 'Cina Kebon Sayur'. Ketiga etnis tersebut didatangkan secara besar-besaran dengan iming-iming gaji yang sangat menggiurkan. 

Semua itu berawal dari seorang pengusaha yang mencoba untuk membuka usaha perkebunan di Sumatera Timur, bernama Jacob Nienhuijs pada sejak 17 Juli 1863, dengan tembakau sebagai komoditas utamanya. Dan lambat laun, banyak pengusaha-pengusaha lain yang mencoba untuk ikut membuka perkebunan di wilayah tersebut. Menurut Jan Breman, hingga tahun 1880, tercatat sekitar 88 perusahaan swasta asal Eropa dan daerah lain telah menempati wilayah Sumatera Timur.

Dengan adanya perusahaan yang makin lama makin berkembang tentunya membutuhkan banyak tenaga kerja untuk bisa mendukung kesuksesan perusahaan tersebut. Karena ketidakpuasan dengan tenaga kerja lokal, akhirnya para pengusaha tersebut banyak mendatangkan kuli-kuli asal Jawa, Banjar, India (Tamil) dan dari Cina.

Dari kisah novel yang aku baca tersebut, aku membayangkan bagaimana kehidupan para kuli kontrak di masing-masing perkebunan. Mereka terikat banyak aturan yang sangat merugikan mereka, fasilitas yang seadanya dan kerja keras yang tiada henti. Bahkan untuk sebagian besar kuli kontrak perempuan tidak mendapatkan tempat tinggal. Mereka harus rela menjual diri mereka ke sesama kuli kontrak lainnya hanya sekedar untuk mendapatkan tempat berteduh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun